Sabtu, 02 April 2016

II. SPI (KEMAJUAN DINASTY ABASYAH)

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang

Peradaban islam mengalami puncak kejayaan pada masa daulah Abbasiyah. Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju yang diawali dengan penerjemahan naskah asing terutama yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, pendirian pusat pengembangan ilmu dan perpustakaan dan terbentuknya mazhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari kebebasan berfikir. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti Islam yang paling berhasil dalam mengembangkan peradaban Islam. Para ahli sejarah tidak meragukan hasil kerja para pakar pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah dalam memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam.

B.   Rumusan Masalah

1.      Bagaimana Asal Usul Berdirinya Bani Abasyah?
2.      Bagaimana Perkembangan Sosial Politik Pada Masa Bani Abasyah?
3.      Apa sajakah Kemajuan Yang Dicapai Pada Masa Bani Abasyah?
4.      Bagaimana Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Bani Abbasyah?
5.      Apakah Peran Pendidikan dan Perpustakaan Masa Abbasyah?







BAB II
PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA
BANI ABASYAH

I.              Asal Usul Berdirinya
Dinasti Abasyah merupakan keturunan Abbas, yakni paman Nabi Muhammad SAW , yang memerintah pada tahun 750-1258, dari Baghdad, tempat yang dipilih oleh khalifah Abbasyah kedua tahun 762, dan dari Samara pada Abad ke-9.
Nama Dinasti Abasyah diambilkan dari nama salah seorang paman Nabi Muhammad yang bernama Al-Abbas bin Abdul Mutholib bin Hasyim. Maka dari itu, Bani Abasyah merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah[1] atas kekhalifahan Islam, karena mereka adalah cabang dari Bani Hasyim secara nasab merupakan keturunan yang lebih dekat dengan Nabi Muhammad SAW. Adapun khalifah yang pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah As-Shoffah bin Muhammad bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib[2].
Dari nama Al-Abbas inilah, nama itu disandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu Humaimah, Kufah dan Khurasan. Di kota Humaimah, bermukim keluarga Abasyah. Salah seorang pimpinannya bernama Al-Imam Muhammad bin Ali, yang merupakan peletak dasar-dasar bagi berdirinya Dinasti Abasyah. Para pengikut Abasyah berjumlah 150 orang, dibawah para pemimpn yang berjumlah 12 orang, dan pusat pemimpinnya adalah Muhammad bin Ali. Kufah merupakan wilayah yang penduduknya menganut aliran Syi’ah, pendukung Ali bin Abi Tholib, yang selalu bergolak dan ditindas Bani Umayyah. Khurasan  memiliki warga yang pemberani, kuat fisik, teguh pendirian, tidak mudah terpengaruh nafsu dan tidak mudah bingung terhadap kepercayaan yang menyimpang, di sinilah diharapkan Bani Abasyah mendapat dukungan dalam dakwah.
Propaganda Abasyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia. Akan tetapi, Imam Ibrahim pemimpin abasyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan Abasyah, gerakannya telah diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir yang bernama Marwan bin Muhammad[3], akhirnya Ibrahim tertangkap oleh pasukan Dinasti Umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya dieksekusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya yaitu Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu ia akan dibunuh dan memerintahkan untuk pindah ke Kufah dengan diiringi pembesar Abasyah lainnya, yaitu Abu Ja’far, Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali. Dan pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salamah. 
Penguasa Umayyah di Kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah ditaklukkan oleh Abbasiyah dan diusir ke Wasit. Abu Salamah selanjutnya berkemah di Kufah yang telah ditaklukkan. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abul abbas diperintahkan untuk mengejar khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri. Khalifah ini terus menerus melarikan diri hingga ke Fustat di Mesir dan akhirnya terbunuh di Busir wilayah Al-Fayyum, tahun 132 H/750 M di bawah pimpinan Salih bin Ali, dengan demikian maka tumbanglah kekuasaan dinasti Umayyah dan berdirilah Dinasti Abbasiyah yang dipimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abul Abbas Ash-Shafah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.[4]

            Pemerintahan Abul Abbas As-Shoffah
Abdullah bin Muhammad alias Abul Al-Abbas diumumkan sebagai khalifah pertama Dinasti Abbasiyah tahun 750 M. Dalam khutbah pelantikan yang disampaikan di Masjid Kufah, ia menyebut dirinya dengan Al-Saffah (penumpah darah) yang akhirnya menjadi julukannya. Hal ini sebenarnya menjadi permulaan yang kurang baik diawal berdirinya dinasti ini, dimana kekuatannya tergantung kepada pembunuhan yang ia jadikan sebagai kebijaksanaan politiknya.[5]
II.                Perkembangan Sosial Politik
Kekuasaan bani Abbasiyah berlangsung  dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) sampai dengan 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang di terapkan  berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Para Khalifah Bani Abbasiyah berjumlah 37 Khalifah. Selama dinasti Abbasiyyah berkuasa, pola pemerintahan yang di terapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.[6]
1)        Sistem politik pemerintahan dan bentuk negara.
Adapun sistem politik yang di jalankan oleh daulah Abbasiyah antara lain: 
Ø  Para Khalifah tetap dari keturunan Arab murni, sementara para menteri, gubernur, panglima, dan pegawailainya banyak di angkat dari golongan mawali turunan persia. 
Ø  Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi sosial dan kebudayaan. 
Ø  Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.
Ø  Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya. 
Ø  Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintah.[7]

2)        Sistem pemerintahan dan bentuk negara.
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik iti, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan bani Abbasiyyah dalam 4 periode berikut:
1        Masa Abbasiyyah I, yaitu semenjak lahirnya daulah Abbasyyiah tahun 132H ( 750M ) sampai meninggalnya khaliah Al-Watsiq 232H (847M).
2         Masa Abbasiyyah II, yaitu mulai khalifah Al-Mutawakkil pada tahun 232H (847M) sampai berdirinya daulah Buwaihiyyah di bagdad pada tahun 334H (946M).
3        Masa Abbasiyyah III, yaitu dari berdirinya daulah Buwaihiyah tahun 334H (946M) sampai masuknya kaum Saljuk ke Bagdad tahun 447H (1055M).
4        Masa Abbasiyyah IV, yaitu masuknya orang orang saljuk ke Bagdad tahun 447H (1055M) sampai jatuhnya Bagdad ke tangan bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656H (1258M).[8]
3)        Para Khalifah Dinasti Abasyah
Sebelum Abul Abbas Asshoffah meninggal, ia mewasiatkan siapa penggantinya, yakni Abu Ja’far, kemudian Isa bin Musa keponakannya. Pemakaian gelar berlaku pada para Khalifah Abasyah, misalnya Abu Ja’far memakai gelar Al-Manshur. Para khalifah Bani Abasyah berjumlah 37 khalifah, mereka adalah:
a.       (Dari Bani ‘Abbas)
1.Abul ‘Abbas al-Safaah (tahun 133-137 H/750-754 M)
2.Abu Ja’far al-Mansyur (tahun 137-159 H/754-775 M)
3.Al-Mahdi (tahun 159-169 H/775-785 M)
4.Al-Hadi (tahun 169-170 H/785-786 M)
5.Harun al-Rasyid (tahun 170-194 H/786-809 M)
6.Al-Amiin (tahun 194-198 H/809-813 M)
7.Al-Ma’mun (tahun 198-217 H/813-833 M)
8.Al-Mu’tashim Billah (tahun 218-228 H/833-842 M)
9.Al-Watsiq Billah (tahun 228-232 H/842-847 M)
10.Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah (tahun 232-247 H/847-861 M)
11.Al-Muntashir Billah (tahun 247-248 H/861-862 M)
12.Al-Musta’in Billah (tahun 248-252 H/862-866 M)
13.Al-Mu’taz Billah (tahun 252-256 H/866-869 M)
14.Al-Muhtadi Billah (tahun 256-257 H/869-870 M)
15.Al-Mu’tamad ‘Ala al-Allah (tahun 257-279 H/870-892 M)
16.Al-Mu’tadla Billah (tahun 279-290 H/892-902 M)
17.Al-Muktafi Billah (tahun 290-296 H/902-908 M)
18.Al-Muqtadir Billah (tahun 296-320 H/908-932 M)

b.      (Dari Bani Buwaih)
19.Al-Qahir Billah (tahun 320-323 H/932-934 M)
20.Al-Radli Billah (tahun 323-329 H/934-940 M)
21.Al-Muttaqi Lillah (tahun 329-333 H/940-944 M)
22.Al-Musaktafi al-Allah (tahun 333-335 H/944-946 M)
23.Al-Muthi’ Lillah (tahun 335-364 H/946-974 M)
24.Al-Thai’i Lillah (tahun 364-381 H/974-991 M)
25.Al-Qadir Billah (tahun 381-423 H/991-1031 M)
26.Al-Qa’im Bi Amrillah (tahun 423-468 H/1031-1075 M)

c.       Dari Bani Saljuk
27. Al Mu’tadi Biamrillah (tahun 468-487 H/1075-1094 M)
28. Al Mustadhhir Billah (tahun 487-512 H/1094-1118 M)
29. Al Mustarsyid Billah (tahun 512-530 H/1118-1135 M)
30. Al-Rasyid Billah (tahun 530-531 H/1135-1136 M)
31. Al Muqtafi Liamrillah (tahun 531-555 H/1136-1160M)
32. Al Mustanjid Billah (tahun 555-566 H/1160-1170 M)
33. Al Mustadhi’u Biamrillah (tahun 566-576 H/1170-1180 M)
34. An Naashir Liddiinillah (tahun 576-622 H/1180-1225 M)
35. Adh Dhahir Biamrillah (tahun 622-623 H/1225-1226 M)
36. Al Mustanshir Billah (tahun 623-640 H/1226-1242 M)
37. Al Mu’tashim Billah ( tahun 640-656 H/1242-1258 M)[9]

Setelah itu kaum muslimin hidup selama 3,5 tahun tanpa Seorang khalifahpun.Ini terjadi Karena serangan orang-orang  Tartar ke negeri-negeri Islam dan pusat kekhalifahan di Baghdad. Namun demikian, kaum muslimin di Mesir, pada masa dinasti Mamaluk tidak berdiam diri, dan berusaha mengembalikan kembali kekhilafahan. kemudian mereka membai’ah Al Muntashir dari Bani Abbas. Ia adalah putra Khalifah al-Abbas al-Dhahir Biamrillah dan saudara lelaki khalifah Al Mustanshir Billah, pakcik dari khalifah Al Mu’tashim Billah. Pusat pemerintahan dipindahkan lagi ke Mesir. Khalifah yang diangkat dari mereka ada 18 orang yaitu[10] :
1.       Al Mustanshir billah II (tahun 660-661 H/1261-1262 M)
2.
    Al Haakim Biamrillah I ( tahun 661-701 H/1262-1302 M)
3.    Al Mustakfi Billah I (tahun 701-732 H/1302-1334 M)
4.    Al Watsiq Billah I (tahun 732-742 H/1334-1354 M)
5.    Al Haakim Biamrillah II (tahun 742-753 H/1343-1354 M)
6.   
Al Mu’tadlid Billah I (tahun 753-763 H/1354-1364 M)
7.    Al Mutawakkil ‘Alallah I (tahun 763-785 H/1363-1386 M)
8.    Al Watsir Billah II (tahun 785-788 H/1386-1389 M)
9.    Al Mu’tashim (tahun 788-791 H/1389-1392 M)
10.   Al Mutawakkil ‘Alallah II (tahun 791-808 H/1392-14-9 M)
11.   Al Musta’in Billah (tahun 808-815 H/ 1409-1426 M)
12.   Al Mu’tadlid Billah II (tahun 815-845 H/1416-1446 M)
13.   Al Mustakfi Billah II (tahun 845-854 H/1446-1455 M)
14.   Al Qa’im Biamrillah (tahun 754-859 H/1455-1460 M)
15.   Al Mustanjid Billah (tahun 859-884 H/1460-1485 M)
16.   Al Mutawakkil ‘Alallah (tahun 884-893 H/1485-1494 M)
17.   Al Mutamasik Billah (tahun 893-914 H/1494-1515 M)
18.   Al Mutawakkil ‘Alallah (tahun 914-918 H/1515-1517 M)

4)        Para Khalifah Era Abasyah yang mencapai Masa Keemasan
a.      Al-Mahdi (775-785 M)
AL-Mahdi dilahirkan di Hamimah (126 H). Putra dari Khalifah Al-Mansyur. Ketika Al-Mahdi menjadi khalifah, negara telah dalam keadaan stabil dan mantab, dapat mengendalikan musuh-musuh dan kondisi keuangan un telah terjamin. Masa ini terkenal sebagai masa yang makmur dan damai.
AL-Mahdi memberi perintah untuk membangun beberapa bangunan besar di sepanjang jalan menuju Makkah sebagai tempat persinggahan para musafir. Membangun kolam-kolam air untuk kelompok-kelompok kafilah dan hewan-hewan mereka. Dan juga mengadakan pos di antara kota baghdad dan wilayah-wilayah Islam yang terkemuka.[11]
b.      Al-Hadi (775-786 M)
       Beliau adalah putra dari AL-Mahdi, dilantik pada tahun 166 H. Khalifah Al-Hadi adalah khalifah yang tegas, walaupun ia suka bersenda gurau, tetapi tidak melalaikannya dari memikul amanah dan tanggung jawab. Sifatnya berhati lembut, jiwa bersih, akhalk baik, tutur katanya baik, berwajah manis dan jarang menyakiti orang.
c.       Harun Ar-Rasyid (785-809 M)
Harun adalah saudara Al-Hadi. Ia diasuh dengan baik agar berkepribadian kuat dan toleransi. Kepribadiannya sangat baik dan mulia. Ia adalah Khalifah suka membaur, alim dan dimuliakan, pemimpin yang murah hati dan berderma.
            Usaha-usaha Harun selama masa pemerintahannya :
1)      Mengembangkan Ilmu pengetahuan dan Seni
2)      Pembangunan gedung-gedung dan sarana sosial
3)      Memajukan Ekonomi dan Industri
4)      Memajukan politik pertahanan dan perluasan wilayah kekuasaan dinasty Abasyah.
d.      Al-Makmun (813-833 M)
Beliau adalah putra dari Harun Ar-Rosyied, kelahirannya bertepatan dengan kelahiran sang kakeknya Musa Al-Hadi. Dia adalah pejuang yang sangat berani, pengusaha yang bijaksana, semangat berkarya, bijak, pengampun, adil dan cerdas.
Usaha-usaha saat beliau memimpin bani Abasyah:
1)      Menghentikan berbagai gerakan pemberontakan demi menciptakan stabilitas dalam negeri
2)      Penertiban administrasi Negara.
3)      Pembentukan Badan Negara
4)      Pembentukan Baitul Hikmah dan majelis munazarah. Yang berfungsi sebagai perpustakaan, yang didalamnya terdapat para guru dan ilmuwan, yang aktivitasnya berupa penerjemahan, penulisan dan penjilidan.[12]
e.       Al-Muktasim (833-842)
Lahir pada tahun 187 H, ia dibesarkan dalam suasana ketentaraan, karena sifat berani dan minatnya menjadi pahlawan.
Al-Muktasim menjadi khalifah setelah wafatnya AL-Makmun, ia berpindah ke Samara bersama tentarnya. Beliau membangun Istana, masjid, sekolah-sekolah sehingga Samara menjadi megah seperti Baghdad, meski tidak akan pernah menggantikan Baghdad sebagai pusat intelektual yang besar. Pada saat inilah ilmu pengetahuan turut berkembang pesat, bukan hanya pengetahuan umum namun juga pengetahuan agama.
f.       Al-Wasiq (842-847 M)
Lahir pada tahun 196 H, beliau adalah putra dari Al-Muktasim, ibunya adalah keturunan Roma bernama Qaratis. Al-wasiq menjadi Khalifah setelah wafat Ayahnya. Kepribadian Al-wasiq sangat luhur,cerdas, berpandangan jauh dalam mengurus beberapa perkara. Beliau adalah penguasa yang cakap, pemerintahan yang mantap, penuh perhatian, dermawan dan pengembang ilmu pengetahuan. Sehingga pada masa ini, Industri maju dan perdagangan lancar.
g.      Al-Mutawakkil (847-861 M)
Ja’far Al-Mutawakkil adalah putra dari Al-Muktasim dari seorang wanita persia, ia menggantikan saudaranya Al-wasiq.
Pada masa ini, beliau menjadi khalifah dengan rasa toleran terhadap sesama. Ia mengandalkan negarawan Turki dan pasukannya untuk meredam pemberontakan dan memimpin pasukan menghadapi pasukan asing.

III.             Kemajuan-Kemajuan Yang dicapai

A.    Kemajuan di Bidang Politik
Secara umum sistem pemerintah daulah Abbasiyah melanjutkan dari Imperium Umayyah yaitu dengan bentuk pemerintahan monarki. Namun ada perbedaan yang mendasar antara keduanya, yaitu jika dalam sistem Pemerintah Umayyah, semua anggota parlemen didominasi oleh Bangsa Arab, namun dalam sistem pemerintahan Dinasti Abbasiyah ini sudah terjadi percampuran antara Arab, Persia dan Turki.
Pola pemerintahan pada zaman Dinasti Bani Abbasiyah berbeda-beda dan diterapkan sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya. Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah I antara lain :
                                                        i.      Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, Gubernur dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali .
                                                      ii.      Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan.
                                                    iii.      Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.
                                                    iv.      Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya.
                                                      v.      Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintah 
Selanjutnya periode II, III, IV, kekuasaan Politik Abbasiyah sudah mengalami penurunan, terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan negara-negara bagian (kerajaan-kerajaan kecil) sudah tidak menghiraukan pemerintah pusat, kecuali pengakuan politik saja. Panglima di daerah sudah berkuasa di daerahnya, dan mereka telah mendirikan atau membentuk pemerintahan sendiri misalnya saja munculnya daulah-daulah kecil seperti daulah Bani Umayyah di Andalusia (Spanyol) dan Daulah Fatimiyah.
Pada masa awal berdirinya Daulah Abbasiyah ada 2 tindakan yang dilakukan oleh para Khalifah Daulah Bani Abbasiyah untuk mengamankan dan mempertahankan dari kemungkinan adanya gangguan atau timbulnya pemberontakan yaitu : pertama, tindakan keras terhadap Bani Umayah dan kedua pengutamaan orang-orang turunan persi.
Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Bani Abbasiyah pada waktu itu dibantu oleh seorang wazir (perdana mentri) atau yang jabatanya disebut dengan wizaraat. Wizaraat terbagi lagi menjadi dua macam, yaitu:
1)      Wizaraat Tanfiz (sistem pemerintahan presidentil) yaitu wazir hanya sebagai pembantu Khalifah dan bekerja atas nama Khalifah.
2)      Wizaaratut Tafwidl (parlemen kabimet), Wazirnya berkuasa penuh untuk memimpin pemerintahan. Sedangkan Khalifah sebagai lambang saja .
Selain itu, untuk membantu Khalifah dalam menjalankan tata usaha negara diadakan sebuah dewan yang bernama Diwanul Kitaabah (sekretariat negara) yang dipimpin oleh seorangRaisul Kuttab (sekretaris negara). Dan dalam menjalankan pemerintahan negara, wazir dibantu beberapa raisul diwan (menteri departemen-departemen). Tata usaha negara bersifat sentralistik yang dinamakan An-Nidhamul Idary Al-Markazy.[13]
B.     Kemajuan Di Bidang Ekonomi
Kemajuan di bidang ekonomi tentunya berimbas pada kemakmuran rakyat secara keseluruhan. Puncak kemakmuran rakyat dialami pada masa Harun Ar-Rasyid (786-809M) dan putranya Al-Ma’mun (813-833 M). kekayaan yang melimpah pada masa ini digunakan untuk kegiatan-kegiatan di berbagai bidang seperti sosial, pendidikan, kebudayaan, pendidikan, Ilmu Pengetahuan, kesehatan, kesusastraan dan pengadaan fasilitas-fasilitas umum. Pada masa inilah berbagai bidang-bidang tadi mencapai puncak keemasannya.
Kemajuan ekonomi dan kemakmuran rakyat pada masa ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
Ø  Relatif stabilnya kondisi politik mendorong iklim yang kondusif bagi aktivitas perekonomian.
Ø  Tidak adanya ekspansi ke wilayah-wilayah baru sehingga kondisi ini dimanfaatkan oleh masyarakat guna meninggkatkan taraf hidup dan kesejahtraan mereka.
Ø  Besarnya arus permintaan (demand) untuk kebutuhan-kebutuhan hidup baik yang bersifat primer, sekunder dan tersier, telah mendorong para pelaku ekonomi untuk memperbanyak kuantitas persediaan (supply) barang-barang dan jasa.
Ø  Luasnya wilayah kekuasaan mendorong perputaran dan pertukaran komoditas menjadi ramai. Terutama wilayah-wilayah bekas jajahan Persia dan Byzantium yang menyimpan potensi ekonomi yang besar.
Ø  Jalur transfortasi laut serta kemahiran para pelaut muslim dalam ilmu kelautan atau navigasi.
Ø  Etos kerja ekonomi para khalifah dan pelaku ekomoni dari golongan Arab memang sudah terbukti dalam sejarah sebagai ekonom yang tangguh. Hal ini didorong oleh kenyataan bahwa perdagangan sudah menjadi bagian hidup orang Arab, apalagi kenyataan juga mengatakan bahwa Nabi sendiri juga adalah pedagang.[14]
C.    Kemajuan di Bidang Seni Budaya
Perkembangan peradaban pada masa daulah Bani Abbasiyah sangat maju pesat, karena upaya-upaya dilakukan oleh para Khalifah di bidang pembangunan fisik. Hal ini dapat kita lihat dari bangunan-bangunan yang berupa:
a)            Kuttab, yaitu tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah dan menengah.
b)            Majlis Muhadharah, yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana, ahli pikir dan pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
c)            Darul Hikmah, Adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid. Ini merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan belajar.
d)           Madrasah, Perdana menteri Nidhomul Mulk adalah orang yang mula-mula mendirikan sekolah dalam bentuk yang ada sampai sekarang ini dengan nama Madrasah.
e)             Masjid
            Sisa peninggalan yang memperlihatkan kemajuan pesat Bani Abbassiyah :
Ø  Istana Qarruzzabad di Baghdad
Ø  Istana di kota Samarra
Ø  Istana Al Hamra di Kordova
Ø  Istana Al Cazar, dan lain-lain
Ø  Bangunan-bangunan sekolah
Ø  Kuttab
Ø  Majlis Muhadharah
Ø  Darul Hikmah
Ø  Masjid Raya Kordova (786 M)
Ø  Masjid Ibnu Taulon di Kairo (876 M)[15]

IV.             PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN
Selain Ibu kota negara, Baghdad adalah sebagai pusat intelektual, pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Dengan demikian, Dinasti Abasyah dengan berpusat di Baghdad sangatlah maju. Berikut beberapa kemajuan dalam berbagai ilmu pengetahuannya:
a.      Ilmu Pengetahuan Agama
Berikut kemajuan yang pernah dicapai dibidang ilmu agama :
1.      Ilmu Hadits
Tokohnya: Al-Bukhori dengan kitabnya Al-Jam’i As-Shahih dan Tarikh Al-Kabir, Muslim dengan kitabnya Shahih Muslim, Ibnu Majjah, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i.
2.      Ilmu Tafsir
Tokohnya: Ibnu Jarir Ath Thabari dengan karyanya Jami Al-Bayan fi Tafsir al- Qur’ansebagai pegangan pokok bagi mufassir hingga sekarang, Abu Muslim Muhammad Ibn Bahar al-Ashfahani dengan tafsirnya Jami’ut Ta’wil, Ar-Razy dengan tafsirnya Al-Muqthathaf.
3.      Ilmu Fiqih
Tokohnya: Abu Hanifah dengan kitabnya Musnad Al-Imam Al-A’dhom atau Fiqh Al-Akbar, Iman Malik dengan kitabnya Al-Muwatha’, Syafi’i dengan kitabnya Al-Um dan Al-Fiqh Al-Akbar Fi Al-Tauhid, dan Ibn Hambal dengan kitabnya Al-Musnad.       
4.   Ilmu Bahasa
Tokohnya adalah Imam sibawaih, Al kiyasi, Abu Zakaria Al Farra. Ilmu-ilmu yang berkembang masa ini adalah Nahwu, shorof, bayan, badi’ dan arudh. Bahasa arab dijadikan sebagai bahasa ilmu pengetahuan, disamping sebagai alat komunikasi antarbangsa.

5.      Ilmu Kalam / Teologi
Tokohnya seperti Washil bin Atha’,  Ibn al-Huzail, al-Allaf, dll dari golongan Mu’tazilah, Abu al-Hasan al-Asy’ari dan al-Maturidi dari ahli sunnah.[16]
6.      Ilmu Tasawuf
Tokohnya: Abu Bakr Muhammad Al-Kalabadi dengan karyanya At-Ta’arruf Li Mazhab Ahl Al-Tasawuf, Abu Nasr As-Sarraj Al-Tusi dengan karyanya Al-Luma’, Abu Hamid al-Ghazali dengan karyanya Ihya ‘Ulumuddin, dan Abu Qasim Abd Al-Karim Al- Qusyairi dengan karyanya Maqamat. Tokoh lainnya, Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, Husain Ibn Mansur al-Hallaj, dsb.[17]
b.      Ilmu Pengetahuan Umum
Kemajuan dalam Ilmu Umum / Sains :
1.  Ilmu Tarikh / Sejarah
Tokohnya: Ibn Hisyam (abad VIII), Ibn Sa’d (abad IX), dll.
2.  Kedokteran
Tokohnya:  Al-Razi dengan karyanya al-Hawi, Ibn Sina dengan karyanya al-Qanun fi al-Tibb (Canon of Medicine) dan Materia Medica yang memuat 760 obat-obatan.
3.  Ilmu Kimia
Tokohnya: Jabir Ibn Hayyan yang berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan menggunakan obat rahasia. Ia mengetahui cara membuat asam belerang, asam sendawa, dan aqua regia yang dapat menghancurkan emas dan perak.Ia juga memperbaiki teori aristoteles mengenai campuran logam.
4.  Astronomi
Tokohnya: Al-Biruni dengan kitabnya al-Hind dan al-Qanun al-Mas’udi fi al-Hai’a wa al-Nujum, Nasiruddin Tusi menyusun tabel astronomi Ilkanian, Ibn Yunus membuat perbaikan tabel astronomi dan Hakemite Tables, Moh. Targai Ulugh Begh (cucu Timur Lenk) menyusun kitab al-Zij al-Sulthani al-Jadid yang berisi 1018 bintang.
5.  Matematika
Tokohnya yang populer adalah al-Khawarizmi yang menemukan angka 0 (aljabar) pada abad IX. Angka 1-9 berasal dari angka-angka Hindu di India.
6.  Fisika
Tokohnya Abdul Rahman al-Khazini, menulis kitab Mizanul Hikmah (The Scale of Wisdom) tahun 1121 M. Tokohnya adalah Ali al-Hasan ibnul Haitsam yang dikenal Alhazen, menulis sebuah buku besar tentang optic “Optical Thesaurus”, mengoreksi teori Euclid dan Ptolemy. Ia juga mengembangkan teori pemfokusan, pembesaran, dan inversi dari bayangan.
7.              Geografi
Tokohnya: Zamakhsyari (w.1144) seorang Persia, menulis kitabul Amkina wal Jibal wal Miyah (The Book of Places, Mountains and Waters), Yaqut menulis Mu’jamul Buldan (The Persian Book of Places) tahun 1228, Al-Qazwini menulis Aja’ib al-Buldan (The Wonders of Lands), dll.

8.  Filsafat
Di antara ilmu yang menarik pada masa dinasti Abbasiyah adalah Filsafat. Ilmu ini berasal dari Yunani kemudian diterjemahkan  ke dalam bahasa Arab, bahkan juga buku-buku yang berasal dari Persia maupun Spanyol. Dari gerakan ini muncul para filosof Islam, seperti: Al-Kindi (185-260 H/801-873 M), Al-Razi (251-313 H/865-925 M), Al-Farabi (258-339 H/870-950 M), Ibn Sina, Al-Ghazali, Ibn Rusyd, Ibn Bajjah, dan lain-lin.
9.  Sains Lainnya
Seperti Botani (Abd Latif), Antidote/penawar racun (Ibn Sarabi), Trigonometri (Jabir ibn Aflah), dan Musik (Nasiruddin Tusi, Qutubuddin, Asy- Syirazi, dan Safiuddin).

V.                PERAN LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PERPUSTAKAAN
Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti islam yang sempat membawa kejayaan umat islam pada masanya. Zaman keemasan islam dicapai pada masa dinasti-dinasti ini berkuasa. Pada masa ini pula umat islam banyak melakukan kajian kritis terhadap ilmu pengetahuan. Akibatnya pada masa ini banyak para ilmuan dan cendikiawan bermunculan sehinnnngga membuat ilmu pengetahuan menjadi maju pesat.
Diantara bangunan-bangunan atau sarana untuk penndidikan pada masa Abbasiyah yaitu:
1.      Madrasah yang terkenal ketika itu adalah madrasah Annidzamiyah, yang didirikan oleh seorang perdana menteri bernama Nidzamul Muluk (456-486 M). Bangunan madrasah tersebut tersebar luas di kota Bagdad, Balkan, Muro, Tabaristan, Naisabur dan lain-lain.
2.      Kuttab, yakni tempat belajar bagi para siswa sekolah dasar dan menengah.
3.      Majlis Munadharah, tempat pertemuan para pujangga, ilmuan, para ulama, cendikiawan dan para filosof dalam menyeminarkan dan mengkaji ilmu yang mereka geluti.
4.      Darul Hikmah, gedung perpustakaan pusat.
5.      Toko-toko buku dan perpustakaan.
Toko-toko buku memiliki peranan penting dalam kegiatan keilmuan islam, pada awalnya memang hanya manjual buku-buku, tetapi berikutnya menjadi sarana untuk berdiskusi dan berdebat, bahkan pertemuan rutin sering dirancang dan dilaksanakan disitu.Disamping tokobuku, perpustakan juga memilki peranan penting dalam kegiatan transfer keilmuan islam.



BAB III
PENUTUP

A.        KESIMPULAN
Dinamakan khilafah bani Abbasiyah karena para pendiri dan penguasanya adalah keturunan al Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas. Berdirinya Dinasti ini tidak terlepas dari keamburadulan Dinasti sebelumny, dinasti Umaiyah.
Pada mulanya ibu kota negera adalah al-Hasyimiyah dekat kufah. Namun untuk lebih memantapkan dan menjaga setabilitas Negara al-Mansyur memindahkan ibu kota Negara ke Bagdad. Dengan demikian pusat pemerintahan dinasti Abasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia. Al-Mansyur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif. Puncak perkembangan dinasti Abbasiyah tidak seluruhnya berawal dari kreatifitas penguasa Bani Abbasiyah sendiri. Sebagian diantaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan misalnya di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Namun lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abas dengan berdirinya perpustakaan dan akademi.





0 komentar:

Posting Komentar