BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Peradaban islam
mengalami puncak kejayaan pada masa daulah Abbasiyah. Perkembangan ilmu
pengetahuan sangat maju yang diawali dengan penerjemahan naskah asing terutama
yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, pendirian pusat pengembangan ilmu
dan perpustakaan dan terbentuknya mazhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai
buah dari kebebasan berfikir. Dinasti Abbasiyah
merupakan dinasti Islam yang paling berhasil dalam mengembangkan peradaban
Islam. Para ahli sejarah tidak
meragukan hasil kerja para pakar pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah dalam
memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Asal Usul Berdirinya Bani Abasyah?
2.
Bagaimana Perkembangan Sosial Politik Pada Masa Bani
Abasyah?
3.
Apa sajakah Kemajuan Yang Dicapai Pada Masa Bani Abasyah?
4.
Bagaimana Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Bani
Abbasyah?
5.
Apakah Peran Pendidikan dan Perpustakaan Masa Abbasyah?
BAB
II
PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA
BANI ABASYAH
I.
Asal Usul Berdirinya
Dinasti
Abasyah merupakan keturunan Abbas, yakni paman Nabi Muhammad SAW , yang
memerintah pada tahun 750-1258, dari Baghdad, tempat yang dipilih oleh khalifah
Abbasyah kedua tahun 762, dan dari Samara pada Abad ke-9.
Nama Dinasti
Abasyah diambilkan dari nama salah seorang paman Nabi Muhammad yang bernama
Al-Abbas bin Abdul Mutholib bin Hasyim. Maka dari itu, Bani Abasyah merasa
lebih berhak dari pada Bani Umayyah[1]
atas kekhalifahan Islam, karena mereka adalah cabang dari Bani Hasyim secara
nasab merupakan keturunan yang lebih dekat dengan Nabi Muhammad SAW. Adapun
khalifah yang pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah As-Shoffah bin
Muhammad bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib[2].
Dari nama
Al-Abbas inilah, nama itu disandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu
Humaimah, Kufah dan Khurasan. Di kota Humaimah, bermukim keluarga Abasyah.
Salah seorang pimpinannya bernama Al-Imam Muhammad bin Ali, yang merupakan
peletak dasar-dasar bagi berdirinya Dinasti Abasyah. Para pengikut Abasyah
berjumlah 150 orang, dibawah para pemimpn yang berjumlah 12 orang, dan pusat
pemimpinnya adalah Muhammad bin Ali. Kufah merupakan wilayah yang penduduknya
menganut aliran Syi’ah, pendukung Ali bin Abi Tholib, yang selalu bergolak dan
ditindas Bani Umayyah. Khurasan memiliki
warga yang pemberani, kuat fisik, teguh pendirian, tidak mudah terpengaruh
nafsu dan tidak mudah bingung terhadap kepercayaan yang menyimpang, di sinilah
diharapkan Bani Abasyah mendapat dukungan dalam dakwah.
Propaganda
Abasyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia.
Akan tetapi, Imam Ibrahim pemimpin abasyah yang berkeinginan mendirikan
kekuasaan Abasyah, gerakannya telah diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir
yang bernama Marwan
bin Muhammad[3], akhirnya Ibrahim tertangkap oleh pasukan Dinasti
Umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya dieksekusi. Ia mewasiatkan
kepada adiknya yaitu Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu ia
akan dibunuh dan memerintahkan untuk pindah ke Kufah dengan diiringi pembesar
Abasyah lainnya, yaitu Abu Ja’far, Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali. Dan
pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salamah.
Penguasa Umayyah di Kufah, Yazid bin
Umar bin Hubairah ditaklukkan oleh Abbasiyah dan diusir ke Wasit. Abu Salamah
selanjutnya berkemah di Kufah yang telah ditaklukkan. Abdullah bin Ali, salah
seorang paman Abul abbas diperintahkan untuk mengejar khalifah Umayyah
terakhir, Marwan bin Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri. Khalifah
ini terus menerus melarikan diri hingga ke Fustat di Mesir dan akhirnya terbunuh
di Busir wilayah Al-Fayyum, tahun 132 H/750 M di bawah pimpinan Salih bin Ali,
dengan demikian maka tumbanglah kekuasaan dinasti Umayyah dan berdirilah
Dinasti Abbasiyah yang dipimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abul Abbas
Ash-Shafah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.[4]
Pemerintahan Abul Abbas As-Shoffah
Abdullah bin Muhammad alias Abul
Al-Abbas diumumkan sebagai khalifah pertama Dinasti Abbasiyah tahun 750 M.
Dalam khutbah pelantikan yang disampaikan di Masjid Kufah, ia menyebut dirinya dengan Al-Saffah (penumpah darah) yang akhirnya menjadi
julukannya. Hal ini sebenarnya menjadi permulaan yang kurang baik diawal
berdirinya dinasti ini, dimana kekuatannya tergantung kepada pembunuhan yang ia
jadikan sebagai kebijaksanaan politiknya.[5]
II.
Perkembangan Sosial Politik
Kekuasaan bani Abbasiyah
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750
M) sampai dengan 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola
pemerintahan yang di terapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan
politik, sosial dan budaya. Para Khalifah Bani Abbasiyah berjumlah 37 Khalifah.
Selama dinasti Abbasiyyah berkuasa, pola pemerintahan yang di terapkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.[6]
1)
Sistem
politik pemerintahan dan bentuk negara.
Adapun
sistem politik yang di jalankan oleh daulah Abbasiyah antara lain:
Ø Para Khalifah tetap dari keturunan Arab murni, sementara para
menteri, gubernur, panglima, dan pegawailainya banyak di angkat
dari golongan mawali turunan persia.
Ø Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi
pusat kegiatan politik, ekonomi sosial dan kebudayaan.
Ø Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting
dan mulia.
Ø Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya.
Ø
Para
menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam
pemerintah.[7]
2)
Sistem
pemerintahan dan bentuk negara.
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik iti, para
sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan bani Abbasiyyah dalam 4 periode
berikut:
1
Masa Abbasiyyah I, yaitu
semenjak lahirnya daulah Abbasyyiah tahun 132H ( 750M ) sampai meninggalnya
khaliah Al-Watsiq 232H (847M).
2
Masa
Abbasiyyah II, yaitu mulai khalifah Al-Mutawakkil pada tahun 232H (847M) sampai
berdirinya daulah Buwaihiyyah di bagdad pada tahun 334H (946M).
3
Masa Abbasiyyah III, yaitu
dari berdirinya daulah Buwaihiyah tahun 334H (946M) sampai masuknya kaum Saljuk
ke Bagdad tahun 447H (1055M).
4
Masa Abbasiyyah IV, yaitu
masuknya orang orang saljuk ke Bagdad tahun 447H (1055M) sampai jatuhnya Bagdad
ke tangan bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656H (1258M).[8]
3)
Para Khalifah Dinasti Abasyah
Sebelum Abul Abbas
Asshoffah meninggal, ia mewasiatkan siapa penggantinya, yakni Abu Ja’far,
kemudian Isa bin Musa keponakannya. Pemakaian gelar berlaku pada para Khalifah
Abasyah, misalnya Abu Ja’far memakai gelar Al-Manshur. Para khalifah Bani
Abasyah berjumlah 37 khalifah, mereka adalah:
a.
(Dari Bani ‘Abbas)
1.Abul ‘Abbas al-Safaah (tahun 133-137 H/750-754 M)
2.Abu Ja’far al-Mansyur (tahun 137-159 H/754-775 M)
3.Al-Mahdi (tahun 159-169 H/775-785 M)
4.Al-Hadi (tahun 169-170 H/785-786 M)
5.Harun al-Rasyid (tahun 170-194 H/786-809 M)
6.Al-Amiin (tahun 194-198 H/809-813 M)
7.Al-Ma’mun (tahun 198-217 H/813-833 M)
8.Al-Mu’tashim Billah (tahun 218-228 H/833-842 M)
9.Al-Watsiq Billah (tahun 228-232 H/842-847 M)
10.Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah (tahun 232-247 H/847-861 M)
11.Al-Muntashir Billah (tahun 247-248 H/861-862 M)
12.Al-Musta’in Billah (tahun 248-252 H/862-866 M)
13.Al-Mu’taz Billah (tahun 252-256 H/866-869 M)
14.Al-Muhtadi Billah (tahun 256-257 H/869-870 M)
15.Al-Mu’tamad ‘Ala al-Allah (tahun 257-279 H/870-892 M)
16.Al-Mu’tadla Billah (tahun 279-290 H/892-902 M)
17.Al-Muktafi Billah (tahun 290-296 H/902-908 M)
18.Al-Muqtadir Billah (tahun 296-320 H/908-932 M)
1.Abul ‘Abbas al-Safaah (tahun 133-137 H/750-754 M)
2.Abu Ja’far al-Mansyur (tahun 137-159 H/754-775 M)
3.Al-Mahdi (tahun 159-169 H/775-785 M)
4.Al-Hadi (tahun 169-170 H/785-786 M)
5.Harun al-Rasyid (tahun 170-194 H/786-809 M)
6.Al-Amiin (tahun 194-198 H/809-813 M)
7.Al-Ma’mun (tahun 198-217 H/813-833 M)
8.Al-Mu’tashim Billah (tahun 218-228 H/833-842 M)
9.Al-Watsiq Billah (tahun 228-232 H/842-847 M)
10.Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah (tahun 232-247 H/847-861 M)
11.Al-Muntashir Billah (tahun 247-248 H/861-862 M)
12.Al-Musta’in Billah (tahun 248-252 H/862-866 M)
13.Al-Mu’taz Billah (tahun 252-256 H/866-869 M)
14.Al-Muhtadi Billah (tahun 256-257 H/869-870 M)
15.Al-Mu’tamad ‘Ala al-Allah (tahun 257-279 H/870-892 M)
16.Al-Mu’tadla Billah (tahun 279-290 H/892-902 M)
17.Al-Muktafi Billah (tahun 290-296 H/902-908 M)
18.Al-Muqtadir Billah (tahun 296-320 H/908-932 M)
b.
(Dari Bani Buwaih)
19.Al-Qahir Billah (tahun 320-323 H/932-934 M)
20.Al-Radli Billah (tahun 323-329 H/934-940 M)
21.Al-Muttaqi Lillah (tahun 329-333 H/940-944 M)
22.Al-Musaktafi al-Allah (tahun 333-335 H/944-946 M)
23.Al-Muthi’ Lillah (tahun 335-364 H/946-974 M)
24.Al-Thai’i Lillah (tahun 364-381 H/974-991 M)
25.Al-Qadir Billah (tahun 381-423 H/991-1031 M)
26.Al-Qa’im Bi Amrillah (tahun 423-468 H/1031-1075 M)
19.Al-Qahir Billah (tahun 320-323 H/932-934 M)
20.Al-Radli Billah (tahun 323-329 H/934-940 M)
21.Al-Muttaqi Lillah (tahun 329-333 H/940-944 M)
22.Al-Musaktafi al-Allah (tahun 333-335 H/944-946 M)
23.Al-Muthi’ Lillah (tahun 335-364 H/946-974 M)
24.Al-Thai’i Lillah (tahun 364-381 H/974-991 M)
25.Al-Qadir Billah (tahun 381-423 H/991-1031 M)
26.Al-Qa’im Bi Amrillah (tahun 423-468 H/1031-1075 M)
c.
Dari
Bani Saljuk
27. Al Mu’tadi Biamrillah (tahun 468-487 H/1075-1094 M)
28. Al Mustadhhir Billah (tahun 487-512 H/1094-1118 M)
29. Al Mustarsyid Billah (tahun 512-530 H/1118-1135 M)
30. Al-Rasyid Billah (tahun 530-531 H/1135-1136 M)
31. Al Muqtafi Liamrillah (tahun 531-555 H/1136-1160M)
32. Al Mustanjid Billah (tahun 555-566 H/1160-1170 M)
33. Al Mustadhi’u Biamrillah (tahun 566-576 H/1170-1180 M)
34. An Naashir Liddiinillah (tahun 576-622 H/1180-1225 M)
35. Adh Dhahir Biamrillah (tahun 622-623 H/1225-1226 M)
36. Al Mustanshir Billah (tahun 623-640 H/1226-1242 M)
37. Al Mu’tashim Billah ( tahun 640-656 H/1242-1258 M)[9]
27. Al Mu’tadi Biamrillah (tahun 468-487 H/1075-1094 M)
28. Al Mustadhhir Billah (tahun 487-512 H/1094-1118 M)
29. Al Mustarsyid Billah (tahun 512-530 H/1118-1135 M)
30. Al-Rasyid Billah (tahun 530-531 H/1135-1136 M)
31. Al Muqtafi Liamrillah (tahun 531-555 H/1136-1160M)
32. Al Mustanjid Billah (tahun 555-566 H/1160-1170 M)
33. Al Mustadhi’u Biamrillah (tahun 566-576 H/1170-1180 M)
34. An Naashir Liddiinillah (tahun 576-622 H/1180-1225 M)
35. Adh Dhahir Biamrillah (tahun 622-623 H/1225-1226 M)
36. Al Mustanshir Billah (tahun 623-640 H/1226-1242 M)
37. Al Mu’tashim Billah ( tahun 640-656 H/1242-1258 M)[9]
Setelah itu kaum muslimin hidup selama 3,5 tahun tanpa Seorang
khalifahpun.Ini terjadi Karena serangan orang-orang Tartar ke negeri-negeri Islam dan pusat
kekhalifahan di Baghdad. Namun demikian, kaum muslimin di Mesir, pada masa
dinasti Mamaluk tidak berdiam diri, dan berusaha mengembalikan kembali
kekhilafahan. kemudian mereka membai’ah Al Muntashir dari Bani Abbas. Ia adalah
putra Khalifah al-Abbas al-Dhahir Biamrillah dan saudara lelaki khalifah Al
Mustanshir Billah, pakcik dari khalifah Al Mu’tashim Billah. Pusat pemerintahan dipindahkan lagi ke Mesir. Khalifah yang
diangkat dari mereka ada 18 orang yaitu[10]
:
1. Al
Mustanshir billah II (tahun 660-661 H/1261-1262 M)
2. Al Haakim Biamrillah I ( tahun 661-701 H/1262-1302 M)
3. Al Mustakfi Billah I (tahun 701-732 H/1302-1334 M)
4. Al Watsiq Billah I (tahun 732-742 H/1334-1354 M)
5. Al Haakim Biamrillah II (tahun 742-753 H/1343-1354 M)
6. Al Mu’tadlid Billah I (tahun 753-763 H/1354-1364 M)
7. Al Mutawakkil ‘Alallah I (tahun 763-785 H/1363-1386 M)
8. Al Watsir Billah II (tahun 785-788 H/1386-1389 M)
9. Al Mu’tashim (tahun 788-791 H/1389-1392 M)
10. Al Mutawakkil ‘Alallah II (tahun 791-808 H/1392-14-9 M)
11. Al Musta’in Billah (tahun 808-815 H/ 1409-1426 M)
12. Al Mu’tadlid Billah II (tahun 815-845 H/1416-1446 M)
13. Al Mustakfi Billah II (tahun 845-854 H/1446-1455 M)
14. Al Qa’im Biamrillah (tahun 754-859 H/1455-1460 M)
15. Al Mustanjid Billah (tahun 859-884 H/1460-1485 M)
16. Al Mutawakkil ‘Alallah (tahun 884-893 H/1485-1494 M)
17. Al Mutamasik Billah (tahun 893-914 H/1494-1515 M)
18. Al Mutawakkil ‘Alallah (tahun 914-918 H/1515-1517 M)
2. Al Haakim Biamrillah I ( tahun 661-701 H/1262-1302 M)
3. Al Mustakfi Billah I (tahun 701-732 H/1302-1334 M)
4. Al Watsiq Billah I (tahun 732-742 H/1334-1354 M)
5. Al Haakim Biamrillah II (tahun 742-753 H/1343-1354 M)
6. Al Mu’tadlid Billah I (tahun 753-763 H/1354-1364 M)
7. Al Mutawakkil ‘Alallah I (tahun 763-785 H/1363-1386 M)
8. Al Watsir Billah II (tahun 785-788 H/1386-1389 M)
9. Al Mu’tashim (tahun 788-791 H/1389-1392 M)
10. Al Mutawakkil ‘Alallah II (tahun 791-808 H/1392-14-9 M)
11. Al Musta’in Billah (tahun 808-815 H/ 1409-1426 M)
12. Al Mu’tadlid Billah II (tahun 815-845 H/1416-1446 M)
13. Al Mustakfi Billah II (tahun 845-854 H/1446-1455 M)
14. Al Qa’im Biamrillah (tahun 754-859 H/1455-1460 M)
15. Al Mustanjid Billah (tahun 859-884 H/1460-1485 M)
16. Al Mutawakkil ‘Alallah (tahun 884-893 H/1485-1494 M)
17. Al Mutamasik Billah (tahun 893-914 H/1494-1515 M)
18. Al Mutawakkil ‘Alallah (tahun 914-918 H/1515-1517 M)
4)
Para Khalifah Era Abasyah yang
mencapai Masa Keemasan
a.
Al-Mahdi (775-785 M)
AL-Mahdi dilahirkan di Hamimah (126 H). Putra dari
Khalifah Al-Mansyur. Ketika Al-Mahdi menjadi khalifah, negara telah dalam
keadaan stabil dan mantab, dapat mengendalikan musuh-musuh dan kondisi keuangan
un telah terjamin. Masa ini terkenal sebagai masa yang makmur dan damai.
AL-Mahdi memberi perintah untuk membangun beberapa
bangunan besar di sepanjang jalan menuju Makkah sebagai tempat persinggahan
para musafir. Membangun kolam-kolam air untuk kelompok-kelompok kafilah dan
hewan-hewan mereka. Dan juga mengadakan pos di antara kota baghdad dan
wilayah-wilayah Islam yang terkemuka.[11]
b.
Al-Hadi (775-786 M)
Beliau adalah putra dari AL-Mahdi, dilantik pada tahun 166 H.
Khalifah Al-Hadi adalah khalifah yang tegas, walaupun ia suka bersenda gurau,
tetapi tidak melalaikannya dari memikul amanah dan tanggung jawab. Sifatnya
berhati lembut, jiwa bersih, akhalk baik, tutur katanya baik, berwajah manis
dan jarang menyakiti orang.
c.
Harun Ar-Rasyid (785-809 M)
Harun adalah saudara
Al-Hadi. Ia diasuh dengan baik agar berkepribadian kuat dan toleransi.
Kepribadiannya sangat baik dan mulia. Ia adalah Khalifah suka membaur, alim dan
dimuliakan, pemimpin yang murah hati dan berderma.
Usaha-usaha Harun selama masa pemerintahannya :
1)
Mengembangkan Ilmu pengetahuan dan Seni
2)
Pembangunan gedung-gedung dan sarana sosial
3)
Memajukan Ekonomi dan Industri
4)
Memajukan politik pertahanan dan perluasan wilayah
kekuasaan dinasty Abasyah.
d.
Al-Makmun (813-833 M)
Beliau adalah putra
dari Harun Ar-Rosyied, kelahirannya bertepatan dengan kelahiran sang kakeknya
Musa Al-Hadi. Dia adalah pejuang yang sangat berani, pengusaha yang bijaksana,
semangat berkarya, bijak, pengampun, adil dan cerdas.
Usaha-usaha saat beliau
memimpin bani Abasyah:
1)
Menghentikan berbagai gerakan pemberontakan demi
menciptakan stabilitas dalam negeri
2)
Penertiban administrasi Negara.
3)
Pembentukan Badan Negara
4)
Pembentukan Baitul Hikmah dan majelis munazarah. Yang
berfungsi sebagai perpustakaan, yang didalamnya terdapat para guru dan ilmuwan,
yang aktivitasnya berupa penerjemahan, penulisan dan penjilidan.[12]
e.
Al-Muktasim (833-842)
Lahir pada tahun 187 H,
ia dibesarkan dalam suasana ketentaraan, karena sifat berani dan minatnya
menjadi pahlawan.
Al-Muktasim menjadi
khalifah setelah wafatnya AL-Makmun, ia berpindah ke Samara bersama tentarnya.
Beliau membangun Istana, masjid, sekolah-sekolah sehingga Samara menjadi megah
seperti Baghdad, meski tidak akan pernah menggantikan Baghdad sebagai pusat
intelektual yang besar. Pada saat inilah ilmu pengetahuan turut berkembang
pesat, bukan hanya pengetahuan umum namun juga pengetahuan agama.
f.
Al-Wasiq (842-847 M)
Lahir pada tahun 196 H,
beliau adalah putra dari Al-Muktasim, ibunya adalah keturunan Roma bernama
Qaratis. Al-wasiq menjadi Khalifah setelah wafat Ayahnya. Kepribadian Al-wasiq
sangat luhur,cerdas, berpandangan jauh dalam mengurus beberapa perkara. Beliau
adalah penguasa yang cakap, pemerintahan yang mantap, penuh perhatian, dermawan
dan pengembang ilmu pengetahuan. Sehingga pada masa ini, Industri maju dan
perdagangan lancar.
g.
Al-Mutawakkil (847-861 M)
Ja’far Al-Mutawakkil
adalah putra dari Al-Muktasim dari seorang wanita persia, ia menggantikan
saudaranya Al-wasiq.
Pada masa ini, beliau
menjadi khalifah dengan rasa toleran terhadap sesama. Ia mengandalkan negarawan
Turki dan pasukannya untuk meredam pemberontakan dan memimpin pasukan
menghadapi pasukan asing.
III.
Kemajuan-Kemajuan Yang dicapai
A. Kemajuan
di Bidang Politik
Secara umum sistem pemerintah daulah
Abbasiyah melanjutkan dari Imperium Umayyah yaitu dengan bentuk pemerintahan
monarki. Namun ada perbedaan yang mendasar antara keduanya, yaitu jika dalam
sistem Pemerintah Umayyah, semua anggota parlemen didominasi oleh Bangsa Arab,
namun dalam sistem pemerintahan Dinasti Abbasiyah ini sudah terjadi percampuran
antara Arab, Persia dan Turki.
Pola pemerintahan pada zaman Dinasti
Bani Abbasiyah berbeda-beda dan diterapkan sesuai dengan perubahan politik,
sosial, ekonomi dan budaya. Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Bani
Abbasiyah I antara lain :
i.
Para Khalifah
tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, Gubernur dan para pegawai
lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali .
ii.
Kota Baghdad
digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik,
ekonomi, sosial dan kebudayaan.
iii.
Ilmu pengetahuan
dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.
iv.
Kebebasan
berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya.
v.
Para menteri
turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam
pemerintah
Selanjutnya periode II, III, IV,
kekuasaan Politik Abbasiyah sudah mengalami penurunan, terutama kekuasaan
politik sentral. Hal ini dikarenakan negara-negara bagian (kerajaan-kerajaan
kecil) sudah tidak menghiraukan pemerintah pusat, kecuali pengakuan politik
saja. Panglima di daerah sudah berkuasa di daerahnya, dan mereka telah
mendirikan atau membentuk pemerintahan sendiri misalnya saja munculnya
daulah-daulah kecil seperti daulah Bani Umayyah di Andalusia (Spanyol) dan
Daulah Fatimiyah.
Pada masa awal berdirinya Daulah
Abbasiyah ada 2 tindakan yang dilakukan oleh para Khalifah Daulah Bani
Abbasiyah untuk mengamankan dan mempertahankan dari kemungkinan adanya gangguan
atau timbulnya pemberontakan yaitu : pertama, tindakan keras terhadap Bani
Umayah dan kedua pengutamaan orang-orang turunan persi.
Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah
Bani Abbasiyah pada waktu itu dibantu oleh seorang wazir (perdana mentri) atau
yang jabatanya disebut dengan wizaraat. Wizaraat terbagi lagi menjadi dua
macam, yaitu:
1) Wizaraat
Tanfiz (sistem pemerintahan presidentil) yaitu wazir hanya
sebagai pembantu Khalifah dan bekerja atas nama Khalifah.
2) Wizaaratut
Tafwidl (parlemen kabimet), Wazirnya berkuasa penuh untuk memimpin
pemerintahan. Sedangkan Khalifah sebagai lambang saja .
Selain itu, untuk membantu Khalifah
dalam menjalankan tata usaha negara diadakan sebuah dewan yang
bernama Diwanul Kitaabah (sekretariat negara) yang dipimpin oleh
seorangRaisul Kuttab (sekretaris negara). Dan dalam menjalankan
pemerintahan negara, wazir dibantu beberapa raisul
diwan (menteri departemen-departemen). Tata usaha negara bersifat
sentralistik yang dinamakan An-Nidhamul Idary Al-Markazy.[13]
B. Kemajuan Di Bidang Ekonomi
Kemajuan di bidang ekonomi tentunya
berimbas pada kemakmuran rakyat secara keseluruhan. Puncak kemakmuran rakyat
dialami pada masa Harun Ar-Rasyid (786-809M) dan putranya Al-Ma’mun (813-833
M). kekayaan yang melimpah pada masa ini digunakan untuk kegiatan-kegiatan di
berbagai bidang seperti sosial, pendidikan, kebudayaan, pendidikan, Ilmu
Pengetahuan, kesehatan, kesusastraan dan pengadaan fasilitas-fasilitas umum.
Pada masa inilah berbagai bidang-bidang tadi mencapai puncak keemasannya.
Kemajuan
ekonomi dan kemakmuran rakyat pada masa ini disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain :
Ø Relatif
stabilnya kondisi politik mendorong iklim yang kondusif bagi aktivitas
perekonomian.
Ø Tidak
adanya ekspansi ke wilayah-wilayah baru sehingga kondisi ini dimanfaatkan oleh
masyarakat guna meninggkatkan taraf hidup dan kesejahtraan mereka.
Ø Besarnya
arus permintaan (demand) untuk kebutuhan-kebutuhan hidup baik yang bersifat
primer, sekunder dan tersier, telah mendorong para pelaku ekonomi untuk
memperbanyak kuantitas persediaan (supply) barang-barang dan jasa.
Ø Luasnya
wilayah kekuasaan mendorong perputaran dan pertukaran komoditas menjadi ramai.
Terutama wilayah-wilayah bekas jajahan Persia dan Byzantium yang menyimpan
potensi ekonomi yang besar.
Ø Jalur
transfortasi laut serta kemahiran para pelaut muslim dalam ilmu kelautan atau
navigasi.
Ø Etos
kerja ekonomi para khalifah dan pelaku ekomoni dari golongan Arab memang sudah
terbukti dalam sejarah sebagai ekonom yang tangguh. Hal ini didorong oleh
kenyataan bahwa perdagangan sudah menjadi bagian hidup orang Arab, apalagi
kenyataan juga mengatakan bahwa Nabi sendiri juga adalah pedagang.[14]
C. Kemajuan
di Bidang Seni Budaya
Perkembangan peradaban pada masa daulah
Bani Abbasiyah sangat maju pesat, karena upaya-upaya dilakukan oleh para
Khalifah di bidang pembangunan fisik. Hal ini dapat kita lihat dari bangunan-bangunan yang berupa:
a)
Kuttab, yaitu
tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah dan menengah.
b)
Majlis Muhadharah,
yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana, ahli pikir dan pujangga untuk
membahas masalah-masalah ilmiah.
c)
Darul Hikmah,
Adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid. Ini merupakan
perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan belajar.
d)
Madrasah,
Perdana menteri Nidhomul Mulk adalah orang yang mula-mula mendirikan sekolah
dalam bentuk yang ada sampai sekarang ini dengan nama Madrasah.
e)
Masjid
Sisa peninggalan yang memperlihatkan
kemajuan pesat Bani Abbassiyah :
Ø Istana
Qarruzzabad di Baghdad
Ø Istana
di kota Samarra
Ø Istana
Al Hamra di Kordova
Ø Istana
Al Cazar, dan lain-lain
Ø Bangunan-bangunan
sekolah
Ø Kuttab
Ø Majlis
Muhadharah
Ø Darul
Hikmah
Ø Masjid
Raya Kordova (786 M)
Ø Masjid
Ibnu Taulon di Kairo (876 M)[15]
IV.
PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN
Selain Ibu kota negara, Baghdad adalah sebagai pusat
intelektual, pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Dengan demikian, Dinasti Abasyah dengan berpusat di Baghdad sangatlah maju.
Berikut beberapa kemajuan dalam berbagai ilmu pengetahuannya:
a. Ilmu Pengetahuan Agama
Berikut
kemajuan yang pernah dicapai dibidang ilmu agama :
1. Ilmu
Hadits
Tokohnya: Al-Bukhori dengan
kitabnya Al-Jam’i As-Shahih dan Tarikh Al-Kabir, Muslim dengan
kitabnya Shahih Muslim, Ibnu Majjah, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan
An-Nasa’i.
2. Ilmu
Tafsir
Tokohnya: Ibnu Jarir Ath Thabari dengan
karyanya Jami Al-Bayan fi Tafsir al- Qur’ansebagai pegangan pokok bagi
mufassir hingga sekarang, Abu Muslim Muhammad Ibn Bahar al-Ashfahani dengan
tafsirnya Jami’ut Ta’wil, Ar-Razy dengan tafsirnya Al-Muqthathaf.
3. Ilmu
Fiqih
Tokohnya: Abu Hanifah dengan kitabnya
Musnad Al-Imam Al-A’dhom atau Fiqh Al-Akbar, Iman Malik dengan
kitabnya Al-Muwatha’, Syafi’i dengan
kitabnya Al-Um dan Al-Fiqh Al-Akbar Fi Al-Tauhid, dan Ibn Hambal
dengan kitabnya Al-Musnad.
4. Ilmu Bahasa
Tokohnya adalah Imam sibawaih, Al kiyasi, Abu Zakaria Al
Farra. Ilmu-ilmu yang berkembang masa ini adalah Nahwu, shorof, bayan, badi’
dan arudh. Bahasa arab dijadikan sebagai bahasa ilmu pengetahuan, disamping
sebagai alat komunikasi antarbangsa.
5. Ilmu
Kalam / Teologi
Tokohnya
seperti Washil bin Atha’, Ibn al-Huzail, al-Allaf, dll dari golongan
Mu’tazilah, Abu al-Hasan al-Asy’ari dan al-Maturidi dari ahli sunnah.[16]
6. Ilmu
Tasawuf
Tokohnya: Abu Bakr Muhammad Al-Kalabadi
dengan karyanya At-Ta’arruf Li Mazhab Ahl Al-Tasawuf, Abu Nasr As-Sarraj
Al-Tusi dengan karyanya Al-Luma’, Abu Hamid al-Ghazali dengan
karyanya Ihya ‘Ulumuddin, dan Abu Qasim Abd Al-Karim Al- Qusyairi dengan
karyanya Maqamat. Tokoh lainnya, Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami,
Husain Ibn Mansur al-Hallaj, dsb.[17]
b. Ilmu Pengetahuan Umum
Kemajuan
dalam Ilmu Umum / Sains :
1. Ilmu Tarikh / Sejarah
Tokohnya:
Ibn Hisyam (abad VIII), Ibn Sa’d (abad IX), dll.
2. Kedokteran
Tokohnya: Al-Razi dengan karyanya
al-Hawi, Ibn Sina dengan karyanya al-Qanun fi al-Tibb (Canon of Medicine) dan
Materia Medica yang memuat 760 obat-obatan.
3. Ilmu
Kimia
Tokohnya: Jabir Ibn Hayyan yang
berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi
emas atau perak dengan menggunakan obat rahasia. Ia mengetahui cara membuat
asam belerang, asam sendawa, dan aqua regia yang dapat menghancurkan emas dan
perak.Ia juga memperbaiki teori aristoteles mengenai campuran logam.
4. Astronomi
Tokohnya: Al-Biruni dengan kitabnya
al-Hind dan al-Qanun al-Mas’udi fi al-Hai’a wa al-Nujum, Nasiruddin Tusi
menyusun tabel astronomi Ilkanian, Ibn Yunus membuat perbaikan tabel astronomi
dan Hakemite Tables, Moh. Targai Ulugh Begh (cucu Timur Lenk) menyusun kitab
al-Zij al-Sulthani al-Jadid yang berisi 1018 bintang.
5. Matematika
Tokohnya yang populer adalah
al-Khawarizmi yang menemukan angka 0 (aljabar) pada abad IX. Angka 1-9 berasal
dari angka-angka Hindu di India.
6. Fisika
Tokohnya Abdul Rahman al-Khazini,
menulis kitab Mizanul Hikmah (The Scale of Wisdom) tahun 1121 M. Tokohnya
adalah Ali al-Hasan ibnul Haitsam yang dikenal Alhazen, menulis sebuah buku
besar tentang optic “Optical Thesaurus”, mengoreksi teori Euclid dan
Ptolemy. Ia juga mengembangkan teori pemfokusan, pembesaran, dan inversi
dari bayangan.
7. Geografi
Tokohnya:
Zamakhsyari (w.1144) seorang Persia, menulis kitabul Amkina wal Jibal wal Miyah
(The Book of Places, Mountains and Waters), Yaqut menulis Mu’jamul Buldan (The
Persian Book of Places) tahun 1228, Al-Qazwini menulis Aja’ib al-Buldan (The
Wonders of Lands), dll.
8. Filsafat
Di antara ilmu yang menarik pada masa
dinasti Abbasiyah adalah Filsafat. Ilmu ini berasal dari Yunani kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, bahkan juga buku-buku yang berasal
dari Persia maupun Spanyol. Dari gerakan ini muncul para filosof Islam,
seperti: Al-Kindi (185-260 H/801-873 M), Al-Razi (251-313 H/865-925 M),
Al-Farabi (258-339 H/870-950 M), Ibn Sina, Al-Ghazali, Ibn Rusyd, Ibn Bajjah,
dan lain-lin.
9. Sains
Lainnya
Seperti
Botani (Abd Latif), Antidote/penawar racun (Ibn Sarabi), Trigonometri (Jabir
ibn Aflah), dan Musik (Nasiruddin Tusi, Qutubuddin, Asy- Syirazi, dan
Safiuddin).
V.
PERAN LEMBAGA PENDIDIKAN DAN
PERPUSTAKAAN
Dinasti Abbasiyah
merupakan dinasti islam yang sempat membawa kejayaan umat islam pada masanya. Zaman keemasan islam
dicapai pada masa dinasti-dinasti ini berkuasa. Pada masa ini pula umat islam banyak
melakukan kajian kritis terhadap ilmu pengetahuan. Akibatnya pada masa ini
banyak para ilmuan dan cendikiawan bermunculan sehinnnngga membuat ilmu
pengetahuan menjadi maju pesat.
Diantara
bangunan-bangunan atau sarana untuk penndidikan pada masa Abbasiyah yaitu:
1. Madrasah yang terkenal ketika itu adalah
madrasah Annidzamiyah, yang didirikan oleh seorang perdana menteri
bernama Nidzamul Muluk (456-486 M). Bangunan madrasah tersebut tersebar
luas di kota Bagdad, Balkan, Muro, Tabaristan, Naisabur dan lain-lain.
2. Kuttab, yakni tempat belajar bagi para
siswa sekolah dasar dan menengah.
3. Majlis Munadharah, tempat pertemuan para
pujangga, ilmuan, para ulama, cendikiawan dan para filosof dalam menyeminarkan
dan mengkaji ilmu yang mereka geluti.
4.
Darul
Hikmah, gedung perpustakaan pusat.
5. Toko-toko buku dan perpustakaan.
Toko-toko
buku memiliki peranan penting dalam kegiatan keilmuan islam, pada awalnya
memang hanya manjual buku-buku, tetapi berikutnya menjadi sarana untuk
berdiskusi dan berdebat, bahkan pertemuan rutin sering dirancang dan
dilaksanakan disitu.Disamping tokobuku, perpustakan juga memilki peranan
penting dalam kegiatan transfer keilmuan islam.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dinamakan khilafah bani Abbasiyah karena
para pendiri dan penguasanya adalah keturunan al Abbas paman Nabi Muhammad SAW.
Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah
ibn Abbas. Berdirinya Dinasti ini tidak terlepas dari keamburadulan Dinasti
sebelumny, dinasti Umaiyah.
Pada mulanya ibu kota negera adalah
al-Hasyimiyah dekat kufah. Namun untuk lebih memantapkan dan menjaga
setabilitas Negara al-Mansyur memindahkan ibu kota Negara ke Bagdad. Dengan
demikian pusat pemerintahan dinasti Abasiyah berada di tengah-tengah bangsa
Persia. Al-Mansyur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia
mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan
yudikatif. Puncak perkembangan dinasti Abbasiyah tidak seluruhnya berawal dari
kreatifitas penguasa Bani Abbasiyah sendiri. Sebagian diantaranya sudah dimulai
sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan misalnya di awal Islam,
lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Namun lembaga-lembaga ini kemudian
berkembang pada masa pemerintahan Bani Abas dengan berdirinya perpustakaan dan
akademi.
0 komentar:
Posting Komentar