Selasa, 12 April 2016

KONSTITUSI DAN TATA PERUNDANG-UNDANGAN DALAM KEHIDUPAN KENEGARAAN

PEMBAHASAN
A.    Pengertian konstitusi
Konstitusi berasal dari bahasa Perancis constituer yang berarti membentuk. Maksud dari istilah tersebut ialah pembentukan, penyusunan, atau pernyataan akan suatu negara. Dalam bahasa Latin Konstitusi merupakan gabungan dua kata, yakni cume berarti “bersama dengan...”, dan statuere berarti membuat sesuatu agar bediri atau mendirikan, menetapkan sesuatu. Sedangkan menurut istilah konstitusi dalam bahasa inggris memiliki makna yang lebih luas daripada UUD, yakni konstitusi adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana sesuatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Konstitusi menurut Miriam Budiarjo adalah suatu piagam yang menyatakan cita-cita bangsa dan merupakan dasar organisasi kenegaraan suatu bangsa.
Selanjutnya terdapat beberapa makna terkait dengan istilah konstitusi seperti konstitusi dalam arti material (yaitu perhatian terhadap isinya yang terdiri atas pokok yang sangat penting dari struktur dan organisasi negara). Kostitusi dalam arti formil (yaitu perhatian terhadap prosedur, pembetukannya yang harus istimewa dibandingkan dengan pembentukan perundang-undangan lainnya), konstitusi dalam arti tertulis (yaitu konstitusi yang dinaskhkan tertentu guna memudahkan pihak-pihak mengetahuinya), dan konstitusi dalam arti undang-undang tertinggi (yaitu pembentukan dan pertubahannya melalui prosedur yang istimewa dan ia juga merupakan dasar tertinggi dari perundang-undangan lainnya yang berlaku dalam negara. Dari beberapa pengertian di atas, kostitusi dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Sebagai kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan-pembatasan kekuasaan kepada para penguasa.
2.      Suatu dokumen tentang pembagian tugas dan sekaligus petugasnya dari suatu sistem politik.
3.      Suatu deskripsi yang menyangkut masalah hak asasi manusia.




B.     Tujuan, Fungsi, dan Ruang lingkup konstitusi
Secara garis besar, tujuan konstitusi adalah membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Sedangkan dalam berbagai literatur hukum tata negara maupun ilmu politik ditegaskan bahwa fungsi konstitusi adalah sebagai dokumen nasional dan alat untuk membentuk sistem politik dan sistem hukum negara.
Ruang lingkup isi Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis sebagaimana dikemukakan oleh A.A.H Struycken memuat tentang:
1.      Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau;
2.      Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa;
3.      Pendangan tokoh bangsa yang hendak mewujudkan, baik waktu sekarang maupun untuk masa yang akan datang;
4.      Suatu keinginan dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.
Sedangkan menurut Sri Soematri dengan mengutip pendapat Steenbeck menyatakan bahwa terdapat tiga materi muatan pokok dalam konstitusi yaitu:
1.      Jaminan hak-hak asasi manusia;
2.      Susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar;
3.      Pembagian dan pembatsan kekuasaan.

C.    Klasifikasi konstitusi
K.C Wheare sebagimana dikutip oleh Dahlan Thaib, dkk., mengungkapkan secara panjang lebar mengenai berbagai macam konstitusi yang pada intinya konstitusi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
·         Kontitusi tertulis dan tidak tertulis
Konstitusi tertulis adalah konstitusi dalam bentuk dokumen yang memiliki “kesakralan khusus” dalam proses perumusannya. Sedangkan konstitusi tidak tertulis adalah konstitusi yang lebih berkembang atas dasar adat-istiadat (custom) daripada hukum tertulis.
·         Konstitusi fleksibel dan konstitusi kaku
Konstitusi yang dapat diubah atau diamandemen tanpa adanya prosedur khusus dinyatakan sebagai konstitusi fleksibel, ciri-cirinya: elastis, diumukan dan diubah dengan cara yang sama seperti undang-undang. Sedangkan konstitusi yang mempersyaratkan prosedur khusus untuk perubahan atau amandemennya adalah konstitusi kaku, ciri-cirinya: mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi daripada perundang-undangan yang lain, hanya dapat diubah dengan cara yang khusus atau istimewa atau dengan persyaratan yang berat.
·         Konstitusi derajat-tinggi dan konstitusi tidak derajat-tinggi
Konstitusi derajat-tinggi adalah suatu konstitusi yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam negara, konstitusi ini berada di atas peraturan perundang-undangan yang lain. Sedangkan konstitusi tidak sederajat ialah suatu konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan serta derajat seperti konstitusi derajat-tinggi.
·         Konstistusi serikat dan konstitusi kesatuan
Bentuk ini berkaitan dengan bentuk suatu negara, jika bentuk suatu negara itu serikat, maka akan didapatkan sistem pembagian kekuasaan antara pemerintah negara serikat dengan pemerintah negara bagian. Sistem pembagian kekuasaan ini diatur dalam konstitusi. Dalam negara kesatuan pembagian kekuasaan tidak  dijumpai, karena seluruh kekuasaannya terpusat pada pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam konstitusi.
·         Konstitusi sistem pemerintahan presidensial dan konstitusi sistem pemerintahan parlementer
Menurut .F Strong, terdapat dua macam pemerintahan presidensial di negara-negara dunia dewasa dunia dewasa ini dengan ciri-ciri pokoknya sebagai berikut:
a.       Presiden tidak dipilih oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau dewan pemilih;
b.      Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislaif;
c.       Presiden tidak dapat membubarkan pemegang kekuasaan legislatif dan tidak dapat memerintahkan diadakan pemilihan.
Konstitusi yang mengatur beberapa ciri di atas dapat diklasifikasikan ke dalam konstitusi sistem pemerintahan presidensial. Sedangkan sistem pemerintahan parlementer mempunyai ciri-ciri sebagi berikut:
a.       Kabinet yang dipilih oleh Perdana Menteri dibentuk atau berdasarkan kekuatan-kekuatan yang menguasai parlemen.
b.      Para anggota kabinet mungkin seluruhnya, mungkin juga sebagian adalah anggota parlemen.
c.       Perdana menteri bersama kabinet bertanggung jawab kepada parlemen.
Konstitusi yang mengatur beberapa ciri sistem pemerintahan di atas dapat dikatakan sebagai konstitusi sistem pemerintahan parlementer.

D.    Sejarah lahir dan perkembangan konstitusi di Indonesia
Sebagai negara hukum, Indonesia memiliki konstitusi yang dikenal dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. UUD 1945 ini dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juli 1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang beranggotakan 62 orang, diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat. Tugas pokok badan ini sebenarnya menyusun rancangan UUD.
Undang-Undang Dasar atau konstitusi NKRI disahkan dan ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada hari sabtu tanggal 18 Agustus 1945. Dengan demikian sejak itu Indonesia telah menjadi suatu negara modern karena telah memiliki suatu sistem ketatanegaraan yaitu UUD atau konstitusi negara yang memuat tatakerja konstitusi modern. Dalam perjalanan sejarah, konstitusi indonesia telah mengalami beberapa kali pergantian baik nama maupun substansi materi yang dikandungnya. Perjalanan sejarah konstitusi indonesia yaitu:
1.      Undang Undang Dasar 1945 yag masa berlakunya sejak 18 Agustus 1945-27 Desember 1949;
2.      Konstitusi Republik Indonesia Serikat yang lazim dikenal dengan sebutan konstitusi RIS dengan masa berlakunya sejak 27 Desember 1949-17 Agustus 1950;
3.      Undang Undang Dasar Sementara (UUDS) Republik Indonesia 1950 yang masa berlakunya sejak 17 Agustus 1950-5 Juli 1959;
4.      Undang Undang Dasar 1945 yang merupakan pemberlakuan kembali konstitusi pertama Indonesia dengan masa berlakunya sejak Dekrit Presiden 5 Juli-sekarang.

E.     Konstitusi sebagai piranti kehidupan kenegaraan yang demokratis
Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga negara. Dengan kata lain, negara yang memilih demokrasi dengan pilihannya, maka konstitusi demokratis merupakan aturan yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi di negara tersebut sehingga melahirkan kekuasaan atau pemerintahan yang demokratis juga. Kekuasaan demokrasi perlu dikawal oleh masyarakat sebagai pemegang kedaulatan. Agar nilai-nilai tidak diselewengkan, maka partisipasi warga negara dalam menyuarakan aspirasi perlu ditetapkan di dalam konstitusi untuk ikut berpartisipasi dan mengawal proses demokratisasi sebuah negara.
Negara demokrasi sebagaimana yang dikemukakan oelh Dadang Juliantara adalah negara yang dicirikan oleh: adanya pemilu yang terbuka, tidak diskriminatif dan tidak melakukan intimidasi dan manipulasi; adanya sistem hukum yang memberi ketegasan dan memihak keadilan; adanya kapasitas krisis dan kapasitas partisipasi aktif dari rakyat; adanya mekanisme kontrol yang jelas dan terlindungi baik yang dilakukan parlemen maupun kontrol langsung oleh rakyat; adanya perlindungan hak asasi manusia yang tidak saja menjadi bagian dalam hukum positif melainkan telah terintegrasi dalam penyelenggaraan dan kehidupan kenegaraan.

F.      Lembaga kenegaraan pasca amandemen UUD 1945
1.      Lembaga legislatif
Secara umum sistem kenegaraan mengikuti pola pembagian kekuasaan dalam pemerintahan sebagaimana yang dikemukakan oleh Montesque dengan teorinya yang dikenal dengan sebutan Trias Politica. Menurutnya, pada setiap pemerintahan terdapat tiga jenis kekuasaan yaitu: legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dalam ketatanegaraan Indonesia legislatif direpresentasikan pada 3 lemabaga, yakni DPR, DPD, MPR.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), adalah lembaga negara dalam sistem ketataegaraan Republik Indonesia yang merupakan lemabaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan membentuk Undang-undang. DPR memiliki fungsi anggaran, dan pengawasan. Sedangkan DPD merupakan lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Berdasarkan perubahan UUD 1945, gagasan pembentukan DPD dalam rangka pembenahan parlemen di Indonesia. Dengan demikian, resmilah pengertian dewan perwakilan di Indonesia mencakup DPR, dan DPD, yang kedua-duanya secara bersama-sama dapat disebut sebagai MPR. Sedangkan MPR sendiri adalah majelis permusyawaratan rakyat. Menurut Jimly Asshiddiqie keberadaan MPR terkandung nilai-nilai histois yang cenderung dilihat secara tidak rasional dalam arti jika kedudukannya sebagai suatu lembaga dihilangkan dapat dinilai menghilangkan satu pilar penting dalam sistem ketatanegaraan.
2.      Lembaga eksekutif
Kekuasaan eksekutif, dimaknai sebagai kekuasaan yang berkaitan dengan penelenggaraan kemauan negara dan pelaksanaan UU. Dalam negara demokratis, kemauan negara dinyatakan melalui undang-undang. Maka tugas utama lembaga eksekutif adalah menjalankan undang-undang. Menurut C.F Strong, kekuasaan eksekutif mencakup beberapa bidang:
ü  Diplomatik: yakni menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain
ü  Administratif: yakni melaksanakan undang-undang serta peraturan peraturan lain dan menyelenggarakan administrasi negara
ü  Militer: yakni mengatur angkatan bersenjata, menyelenggarakan perang serta keamanan dan pertahanan negara
ü  Yudikatif: yakni memberi grasi, amnesti, dan sebagainya
ü  Legislatif: yakni membuat rancangan undang-undang serta diajukan ke lembaga legislatif, dan membuat peraturan peraturan.
3.      Lembaga yudikatif
Sesuai dengan prinsip pemisahan kekuasaan, maka fungsi-fungsi legisatif, eksekutif, dan yudikatif dikembangkan bercabang-cabang kekuasaan yang terpisah satu sama lain. Jika kekuasaan legislatif berpuncak pada MPR terdiri dari dua kamar, yakni DPR dan DPD, maka cabang kekuasaan yudikatif berpuncak pada kekuasaan kehakiman yang juga dipahami mempunyai dua pintu, yakni mahkamah agung dan mahkamah konstitusi.
Mahkamah agung adalah salah satu kekuasaan kehakiman di Indonesia. Menurut UUD 1945 kewajiban dan wewenang MA adalah berwewenang mengadili, menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang, mengajukan 3 orang hakim konstitusi, memberikan pertimbangan dalam hal presiden memberi grasi dan rehabilitasi. Sedangkan mahkamah konstitusi merupakan lembaga baru yang diperkenalkan oleh perubahan ketiga UUD 1945. Menurut UUD 18945 kewajiban dan wewenang MK adalah berwewenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
4.      Badan pemeriksa keuangan (BPK)
Sesuai fungsinyansebagai lembaga pemeriksa keuangan, BPK pada pokoknya lebih dekat menjalankan fungsi parlemen. Karena itu, hubungan kerja BPK dan parlemen sangat erat. BPK adalah lembaga negara indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri. BPK memiliki tugas dan wewenang yang sangat strategis karena menyangkut aspek yang berkaitan dengan sumber dan penggunaaan anggaran keuangan negara, yaitu:
Ø  Memeriksa tanggung jawab keuangan negara dan memberitahukan hasil pemeriksaan kepada DPR, DPRD, dan DPD;
Ø  Memeriksa semua pelaksanaan APBN;
Ø  Memeriksa tanggung jawab pemerintah tentang keuangan negara.

G.    Tata urutan perundang-undangan Indonesia kerangka implementasi Konstitusi/Undang-Undang Dasar
Tata urutan perundang-undangan dalam kaitan dengan implementasi konstitusi Indonesia adalah merupakan bentuk tingkatan perundang-undangan. Sejak tahun 1966 telah dilakukan perubahan atas hierarki (tata urutan) peraturan perundang-undangan di Indonesia. Tata urutan perundang-undangan perlu diatur untuk menciptakan keteraturan hukum dalam kehidpuan berbangsa dn bernegara. Tata urutan peraturan perundang-undangan dalam UU PPP ini sebagaimana diatur dalam pasal 7 adalah sebagai berikut:
1)      Undang Undang Dasar 1945
2)      Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
3)      Peraturan Pemerintah
4)      Peraturan Presiden
5)      Peraturan Daerah, yang meliputi
v  Peraturan Daerah Provinsi
v  Peraturan Daerah kabupaten/Kota
v  Peraturan Desa
Dengan dibentuknya tata urutan perundang-undangan, maka segala peraturan dalam hierarki perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan atasnya, tidak bisa dilaksanakan dan batal demi hukum. Sebagai contoh peraturan daerah yang bertentangan dengan peraturan presiden atau peraturan pemerintah bahkan undang-undang, secara otomatis tidak bisa dilaksanakan, begitu juga peraturan presiden dengan sendirinya tidak dapat dilaksanakan bila bertentangan dengan Undang-Undang, apalagi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.



PENUTUP
A.    Kesimpulan

Konstitusi dapat dikatakan sebagai kumpulan prinsip-prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, pihak-pihak yang diperintah (rakyat) dan hubungan diantara keduanya. Tujuan konstitusi adalah membatasi tindakan sewenang-wenangpemerintah, menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat sedangkan fungsi konsitusi adalah sebagai dokumen nasional dan alat untuk membentuk sistem politik dan sistem hukum negaranya. Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, sebelum perubahan UUD 1945 alat-alat kelengkapan negara dalam UUD 1945 adalah: lembaga kepresidenan, MPR, DPA, DPR, BPK dan Kekuasaan Kehakiman. Setelah amandemen secara keseluruhan terhadap UUD 1945, alat kelengkapan negara yang disebut dengan lembaga tinggi negara menjadi delapan lembaga, yakni: MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK, KY, dan BPK. Posisi masing-masing lembaga setara yaitu sebagai lembaga tinggi negara yang memiliki korelasi satu sama lain dalam menjalankan fungsi check and balances antar lembaga tinghi tersebut.

1 komentar: