BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kriteria calon suami atau istri
1.
Calon
suami menurut syariat islam
·
Memilih calon suami yang mempunyai agama dan akhlak,
agar ia dapat melaksanakan kewajiban secara sempurna dalam membimbing keluarga,
menunaikan hak istri, pendidikan anak, tanggung jawab yang benar dalam menjaga
kehormatan dan menjamin material rumah tangga.
·
Memilih calon suami yang bukan dari golongan orang
fasik tukang pembuat dosa yang dapat memutuskan tali kekeluargaan
·
Berniat sungguh-sungguh akan menikah bila menemukan
wanita yang cocok setelah melihatnya sewaktu meminang
·
Mempercepat akad nikah da tidak menggantungkannya
untuk jangka waktu yang lama sehingga ada kemungkinan menyurutkan keinginan
menikah dan membatalkan pinangan
·
Tidak berkhalwat ( pergi berduaan ) dengan wanita yang
dipinang
·
Hanya berkunjung dan masuk ke rumah wanita yang akan
dipinang bila di sertai mahramnya
·
Tidak melakukan pembicaraan batil dan sia-sia saat
berkunjung
·
Tidak menyeringkan datang ke rumah wanita yang
dipinang
·
Tidak mencuri pandangan yang dapat membuka pintu-pintu
syahwat
·
Tidak mengambil pinangan orang lain
·
Sehat jasmani dan rohani
·
Tidak berlebih-lebihan dalam berpakaian dan berbicara
·
Tawadhu (rendah diri)
·
Bergaul dengan orang-orang shalih
·
Menghormati orang tua wanita yang dipinang
·
Rajin bekerja dan berusaha
·
Optimis
·
Mengucapkan salam ketika berkunjung dan pulang
·
Tidak mengobral janji dan berandai-andai
1.
Calon istri menurut syariat islam
1. Akhalaknya
Sesungguhnya akhlak yang baik merupakan
unsur yang penting dinilai dalam memilih istri atau suami. Kedua pasangan
mengharapkan untuk hidup bersama sepanjang hayat. Maka seandainya mereka berdua
mempunyai akhlak yang baik, niscaya kehidupan mereka bahagia, sentosa dan
damai. Mereka akan mampu memecahkan dilema-dilema dengan saling pengertian.
Hasan bin Basyar berkata, “Aku menulis
kepada Abul Hasan ar- Ridha (as), ‘ sesungguhnya aku mempunyai saudara
yang telah meminang kepadaku, namun akhlaknya tidak baik,’ Beliau
menjawab.’ Jangan mengawinkannya jika akhlaknya buruk.”[4]
2. Kecerdasan
dan kepandaian
Kecerdasan dan
kepandaian satu pasangan akan berpengaruh terhadap anak- anak
mereka. Anak dari keluarga yang cerdas dan pintar, umumnya menjadi anak yang
cerdas pula. Sebaliknya kepandaian dan kebodohan kedua orang tua
akan berpengaruh juga pada anak. Sebab seorang istri yang cerdas dan pandai
akan mampu mengajari dan mendidik anak- anaknya dengan cara yang paling baik.
Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib (as)
berkata:
“Hati-hatilah kalian mengawini orang-
orang yang bodoh, karena sesungguhnya bergaul dengan mereka adalah bencana dan
anak mereka adalah sia-sia”.Rasulullah Saw berkata kepada Ali as:“Wahai
Ali, tiada kefakiran yang lebih hebat dari pada kebodohan dan tiada harta yang
lebih berharga dari pada kepandaian”
3. Kesucian
dan kemulian
Kehidupan rumah tangga berdiri atas
dasar eksklusivitas dan kepercayaan. Setiap suami istri menginginkan
pasangannya menjadi miliknya sendiri, tanpa ada orang lain antara dia dan
pasangannya. Suami menginginkan agar istrinya tidak mencintai pria lain, begitu
juga dengan istrinya menginginkan agar suaminya tidak mencintai wanita yang
lain. Seorang pria, ketika meminang gadis, menginginkan gadis itu menjaga
kesuciannya dan menjadi wanita yang mulia serta memiliki rasa malu, agar ia
benar-benar percaya padanya, dan begitu pula sebaliknya agar keduanya saling
tumbuh kepercayaan.
تَخَيَّرُوْا
لِنُطَفِكُمْ فَاِنَّ اْلعِرْقَ دَسَّا سٌ
“pilihlah oleh kalian tempat untuk
menumbuhkan nuthfahmu (keturunanmu), maka sesungguhnya darah itu mengalir.
4. Kecantikan
Sesungguhnya kecantikan istri adalah
sifat yang hakiki, ini tidak boleh di abaikan. Seorang pria menyukai istri yang
cantik dan mempesona, begitu juga seorang wanita menyukai seorang suami yang
tampan dan gagah. Islam tidak menentang tuntutan dan keinginan yang ini. Karena
itulah Islam membolehkan seorang pria dan wanita saling melihat satu sama lain
sebelum menikah.
Rasulullh Saw bersabda:
اِذَا أَرَادَ
أحَدُ كُمْ أَنْ يَتَزَوَّجَ اْ لمَرْ أَةَ فَلْيَسْأَ ل عَنْ شَعْرِهَا
كَمَ يَسْأَ لُعَنْ وَجْهِهَا فَأِنَّ الشَّعْرَ أحَدُ الْجَمَا لَيْن
“Jika salah seorang dari kalian hendak mengawini seorang wanita, tanyakanlah
tentang rambutya sebagaimana ia perlu bertanya tentang wajahnya, karena rambut
itu salah satu kecantikan.”(HR. Ibnu Majah)
Sabda Rasulullah lainnya, “Sebaik-
baik wanita adalah yang membuatmu bahagia jika dipandang, menurut jika
diperintah, jika ia bersumpah ia membenarkannya, merasa adil jika kamu membagi,
dan jika kamu tidak ada ia mampu menjaga kesucian dirinya dan hartamu” (HR.
Imam Nasai).
5. Kemuliaan Keluarga
Kemuliaan keluarga merupakan salah satu sifat yang perlu di perhatikan
dalam memilih istri, karena beberapa alasan. Pertama, anak
perempuan yang tumbuh dalam keluarga yang mulia akan menjadi perempuan yang
mulia, terhormat dan agung. Kedua, keluarga yang mulia
terhadap pengantin pria dan wanita lebih baik dan lebih sopan dibanding
keluarga yang hina dan rendah. Mereka memiliki adab, cara, dan norma norma
akhlak yang kuat. Ketiga, manusia lazimnya akan berhubungan
dengan keluarga istrinya. Maka, jika keluarga mulia niscaya ia akan memperoleh
manfaat dari kemuliaan dan reputasi mereka. Sebaliknya, jika keluarga itu hina
dan tidak terhormat, niscaya ia akan menemui penderitaan dan siksaan dari
pergaulan dengan mereka.
Ibnu Majah Meriwayatkan Sebuah hadis
Rasulullah Saw, “ Pilihlah yang tepat untuk tempat benihmu sebab asal
keturunan itu membawa pengaruh”
6. Terpelajar
Ilmu dan pengetahuan merupakan
kesempurnaan yang hakiki bagi manusia dan sifat yang baik bagi seorang istri.
Sesungguhnya kehidupan dan saling pengertian akan lebih baik bila
bersama manusia yang terpelajar dan mengerti, karena ia memahami kemaslahatan-
kemaslahatan keluarga, akan berusaha mendidik anak-anaknya dengan cara yang
paling baik, dan mengetahui tugas- tugasnya. Disamping itu, pergaulan dengan
orang yang pandai, berilmu, dan mengerti lebik nikmat dibanding pergaulan
dengan orang yang tidak seperti itu.
7. Harta dan kekayaan
Adanya uang dan harta merupakan sesuatu yang baik dan bagus. Tetapi itu
tidak boleh di pandang sebagai tujuan dari perkawinan. Kekayaan bukanlah
kesempurnaan bagi manusia. Ia bukanlah sesuatu yang pokok bagi kehidupan suami
istri, bagi kesenangan dan cinta mereka berdua, dan dalam
mendapatkan tujuan yang utama dari perkawinan.
Namun sebaiknya si pria dan wanita berada dalam satu taraf ekonomi, agar
keserasian lebih mudah tercipta di antara mereka berdua. Bila taraf
ekonomi mereka berdua berbeda, hal ini bisa menimbulkan problema- problema
moral dan angan –angan berlebihan yang menyusahkan hidup. Namun masalah ini
tidak berlaku bagi setiap individu. Hal ini berkaitan dengan kadar keimanan,
kecerdasan, kepandaian dan kemuliaan keluarga.
8. Usia yang sesuai
Dengan kesesuaian usia tidak harus
berarti bahwa usia kedua pasangan itu harus sama persis. Paling baik bila si
wanita lebih muda satu sampai maksimal lima tahun dari si pria. Perlunya
perbedaan ini di kerenakan kondisi wanita yang lebih lekas tua dan lemah di
banding pria, sebagai akibat dari kehamilan, kelahiran, dan penyusuan yang
harus di tanggungnya. Jika ia lebih muda dari suaminya, ia akan mampu menarik
lebih banyak perhatian suaminya dan memuaskan kecendrungan seksualnya. Namun
kesesuian usia jangan di pandang sebagai syarat utama.
9. Kesuburan
Tujuan utama sebuah perkawinan adalah mempunyai keturunan, maka sudah
selayaknya memilih istri yang dapat melahirkan. Diriwayatkan bahwa seorang
laki-laki bemaksud meminang seorang janda yang dikenal sebagai seorang yang
tidak subur. Laki –laki itu menemui Nabi Saw dan berkata, “ Ya Rasulullah, aku
ingin meminang seorang perempuan cantik, berasal dari keluarga mulia dan tidak
beranak,” Namun Nabi Saw bersabda kepadanya
.
تَزَوَّجُوْا
اْلوَدُوْدَ اْلوَلُوْدَ فَانىِّ مُكَاثِرٌبِكُمُ اْلاُمَمَ يَوْمَ اْلقِيَامةِ
“Kawinilah dengan wanita yang dapat
melahirkan anak yang banyak dan yang penuh cinta pada suam, karena aku akan
membanggakan besarnya jumlah umatku dihadapan nabi- nabi yang lain ada hari
kiamat.”(HR. Imam Nas’i)
10.Tidak Fasik
Islam melarang perkawinan dengan orang
fasik dan peminum khamar. Rasullah Saw bersabda.
مَنْ زَوَّجَ كَرَيْمَتَهُ مْنْ فّا سِقٍ فَقَدْ قَطَعَ رَحِمَهُ
Artinya:
“Barang siapa mengawinkan anak
perempuannya dengan orang fasik berati ia
telah memutuskan hubungan silaturrahmi”
11. Keperawanan dan kegadisan
Demikian pula sekiranya keperawanan
seorang perempuan menjadi salah satu dari bagian dari penilaian terhadap calon
istri, sesuai dengan adat dan kebiasaan pada suatu tempat atau masa,
maka terutama bagi seorang laki-laki perjaka, memilih seorang
perempuan yang masih perawan. Hal ini mengingat bahwa seorang perawan masih
“polos”, belum pernah mengalami pergaulan dengan seorang suami yang lain,
sehingga dapatlah diharapkan bahwa cinta kasihnya lebih murni dan hanya
tercurah pada satu – satunya laki-laki yang kini menjadi suaminya
Rasulullah bersabda
عَلَيْكُمْ
بِاْلأَبْكَارِ . فَأِنَّهُنَّ أَعْذَ بُ اَفْوَا هَا. وَاَنْتَقُ
اَرْحَامً. وَاَرْضَى بِاْليَسِيْر
“Hendaklah kalian kawin dengan wanita
perawan. Sebab perawan itu lebih manis mulutnya, lebih banyak keturunannya dan
lebih dapat menerina dengan yang sedikit.”
B.
Pengertian peminangan
Meminang artinya menyatakan
permintaan untuk menikah dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau
sebaliknya dengan perantaraan seseorang yang dipercayai.
Khitbah atau yang dalam bahasa
melayu disebut “peminangan” adalah bahasa arab sederhana diartikan dengan:
penyampaian kehendak untuk melangsungkanikatan perkawinan. Kata khitbah
diartiakan dengan suatu langak pendahuluan untuk melangsungkan perkawinan.
Ulama’ fiqih mendefinisikannya dengan menyatakan keinginan pihak laki-laki
kepada pihak wanita tertentu untuk mengawinkannya dan pihak wanita
menyebarluaskan berita peminangan ini dan terdapat pula dalam ucapan nabi
sebagaimana terdapat dalam sabda beliau dalam hadist dari jabir menurut riwayat
abu ahmad dan abu daud dengan sanad yang dipercaya yang bunyinya:
“bila salah seorang diantara kamu meminang seorang perempuan, bila ia
mampu melihatnya yang mendorongnya untuk menikah maka lakukanlah”.
Peminangan itu disyariatkan dalam
suatu perkawinan yang waktu pelaksanaannya diadakan sebelum berlangsungnya akad
nikah.
a.
Hukum peminangan
Dalam al-quran dan hadist banyak
nabi membicarakan hal peminangan. Namun tidak ditemukan secara jelas dan
terarah adanya perintah atau larangan melakukan peminangan, sebagaimana
perintah untuk mengadakan perkawinan dengan kalimat yang jelasdan terarah
adanya perintah atau laraangan melakukan peminangan, sebagaimana perintah untuk
mengadakan perkawinan dengan kalimat yang jelas baik dalam al quran atupun
hadist. Oleh karena itu, dalam menetapkan hukumnya tidak terdapat pendapat
ulama’ yang mewajibkan, dalam arti hukumnya mubah. Namun ibnu rusyd dalam
bidayat ak mujtahid yang menukilkan pendapat Daud Al-Zhahiry yang mengatakan hukumnya dalah wajib. Ulama’ ini
mendasarkan pendapatnya kepada perbuatan dan tradisi yang dilakukan Nabi dalam
peminangan itu.
·
Syarat-syarat Peminangan
a.
Mustahsinah
Yang dimaksud dengan syarat
Mustahsinah ialah syarat yang berupa anjuran kepada pihak laki-laki yang akan
meminang seorang wanita agar ia meneliti dulu wanita yang akan dipinangnya
tersebut. Adapun syarat-syarat dari Mustahsinah itu sendiri sebagai berikut:
1.
Wanita yang akan dipinang itu telah
diteliti tentang keluarganya, akhlak dan agamanya.
2.
Wanita yang dipinang adalah wanita
yang mempunyai keturunn dan mempunyai sifat kasih sayang.
3.
Wanita yang dipinang itu mempunyai
hubungan darah yang jauh dengan laki-laki yang meminang.
b.
Syarat Lazimah
Yang dimaksud syarat lazimah adalah
syarat yang wajib dipenuhi sebelum peminangan dilakukan. Sahnya peminangan
tergantung pada adanya syarat-syarat lazimah tersebut. Yang termasuk syarat
lazimah antara lain:
1.
Wanita yang tidak dalam pinangan
orang lain atau sedang dalam pinangan akan tetapi orang yang meminangnya
melepaskan hak pinangannya.
2.
Menurut islam yang dipinang
hendaklah wanita yang halal untuk dinikahi dalam artian wanita tersebut
bukanlah menjadi mahram dari laki-laki yang meminangnya
a.
Hukum melihat wanita yang akan
dipinang
Sebagian ulama mengatakan bahwa
melihat perempuan yang akan dipinang itu boleh saja. Mereka beralasan kepada
hadis rosulullah saw. Berikut ini
“apabila salah seorang diantara kamu
meminang seorang perempuan maka tidak berhalangan atasnya untuk melihat
perempuan itu, asal saja melihatnya semata-mata untuk mencari perjodohan, baik
diketahui oleh perempuan itu atau tidak.(Riwayat Ahmad)”
Ada pula sebagian ulama yang
berpendapat bahwa melihat perempuan yang akan dipinang itu hikumnya sunah.
Melihat calon istri untuk mengetahui tampilan dan kecantikannya, dipandang
perlu untuk mewujudkan kehidupan rumah tanggayang bahagia dan sekaligus
menghindari penyesalan setelah menikah. Mughiroah bin syu’ban telah meminang
perempuan. Kemudian rasulullah bertanya “apakah engkau telah melihatnya?”
mughirah menjawab “belum” . rasulullah bersabda: “Amat-amatilah perempuan itu, karena hal itu akan lebih membawa kepada
kedamaian dan kedekatan kamu.
·
Hikmah Disyariatkan Peminangan
Adapun
hikmah dari adanya syariat peminangan adalah untuk lebih menguatkan ikatan
perkawinan yang diadakan setelah itu. Hal ini dapat disimak dari sepotong
hadist Nabi al-Mughiroh bin al-Syu’bah menurut yang dikeluarkan al-Tirmidzi dan
al-Nasai yang berbunyi:
“Bahwa
Nabi berkata kepada seseorang yang telah meminang seorang perempuan:
“melihatlah kepadanya karena yang demikian akan lebih menguatkan ikatan
perkawinan”.
C.
Pengertian
mahar
Mahar adalah maskawin, yaitu suatu
pemberian dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan disebabkan terjadinya
pernikahan. Pemberian mahar ini hukumnya wajib bagi laki-laki, walaupun mahar
ini bukan termasuk syarat atau rukun nikah mahar dalam suatu pernikahan
dianggap penting, karena selain memang di wajibkan oleh agama, ia juga
merupakan tanda kesungguhan dan penghargaan dari pihak laki-laki sebagai calon
suami kepada calon istrinya. Allah SWT berfirman:
Berikankah
maskawin (mahar) kepada wanita ( yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan
penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari
maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.
Maskawin itu menjadi milik
sepenuhnya si istri. Suami tidak mempunyai hak apapun atas harta maskawin itu.
Sebagaimana juga tidak berhak atas harta benda si istri. Apabila si istri
merelakannya kepada suami hal itu tidak mengapa.
Cara
pembayaran maskawin dapat dilakukan dengan dua cara, pertama, pembayaran
dilakukan secara tunai (cash) dan kedua pembayaran dilakukan di hari kemudian
(utang, kredit). Dalam kasus mahar yang dibayar kemudian hari, mahar boleh
disebutkan kuantitas dan kualitasnya dalam akd perkawinan, juga kuantitas dan
kualitas boleh tidak disebutkan.
Macam-macam
mahar sebagai berikut:
a.
Mahar musamma adalah mahar yang
bentuk dan jumlahnya ditetapkan dalam sighal akad nikah. Mahar ini bisa
dibayarkan scara tunai atau ditangguhkan dengan persetujuan kedua belah pihak.
b.
Mahar mitsil adalah mahar yang
jumlahnya ditetapkan menurut jumlah yang diterima keluarga pihak isteri, karena
pada waktu akad nikah jumlah dan bentuk mahar belum ditetapkan.
Pemberian mahar terutama didasarkan
kepada nilai dan manfaat yang terkandung didalamnya. Karena islam menyerahkan
masalah ini kepada masing-masing sesuai dengan kemampuan dan adat yang berlaku
di dalam masyarakat, dengan syarat tidak berbentuk sesuatu yang mendatangkan
madharat, membahayakan atau berasal dari usaha yang haram.
Banyak
hadist Nabi SAW yang menerangkan aneka ragam bentuk mahar yang dibeikan pihak
laki-laki. Sebagaimana sabda Rasulallah yang artinya “ Nikahlah engkau walaupun (maharnya) berupa cincin dari besi.” (
HR.Buhkari)
Diterangkan juga dalam hadist
riwayat HR Ahmad dan Abu Daud yang artinya:
Seandainya seorang laki-laki
memnerikan makana sepenuh tangannya saja sebagai mahar seorang perempuan,
n[maka perempuan itu halal baginya.
Adapun
syarat-syarat mahar ialah:
1.
Benda yang suci, atau pekerjaan yang
bermanfaat.
2.
Milik suami.
3.
Ada manfaatnya.
4.
Sanggup menyerahkan, mahar tidak sah
dengan benda yang sedang dirampas
orang dan tidak sanggup menyerahkannya.
5.
Dapat diketahui sifat dan jumlaahny
D.
PENGERTIAN KAFA’AH
Pengertian
Kafa’ah‘dalam Perkawinan Islam Kafa’ah‘ secara etimologi adalah sama, sesuai
dan sebanding. Sehingga yang dimaksud kafa’ah‘ dalam perkawinan adalah kesamaan
antara calon suami dan calon isteri, sama dalam kedudukan, sebanding dalam
tingkat sosial dan sama dalam akhlak dan kekayaan. Berikut pendapat para ulama tentang
kafa’ah:
1.
Para ulama Imam Madzhab berbeda pendapat
dalam memberi pengertian kafa’ah‘ dalam perkawinan. Perbedaan ini terkait
dengan perbedaan ukuran kafa’ah‘ yang mereka gunakan. Menurut ulama Hanafiyah,
kafa’ah‘ adalah persamaan laki-laki dengan perempuan dalam nasab, Islam,
pekerjaan, merdeka, nilai ketakwaan dan harta.
2.
Menurut ulama Malikiyah, kafa’ah‘ adalah
persamaan laki-laki dengan perempuan dalam agama dan selamat dari cacat yang
memperoleh seorang perempuan untuk melakukan khiyar terhadap suami.
3.
Menurut ulama Syafi’iyah, kafa’ah‘ adalah
persamaan suami dengan isteri dalam kesempurnaan atau kekurangannya baik dalam
hal agama, nasab, merdeka, pekerjaan dan selamat dari cacat perempuan untuk
melakukan khiyaterhadap suami.
4.
Menurut ulama Hanabilah, kafa’ah‘ adalah
persamaan suami dengan isteri dalam nilai ketakwaan, pekerjaan, harta, merdeka,
dan nasab.
Meskipun masalah keseimbangan itu tidak
diatur dalam Undang-Undang Perkawinan atau dalam Al-Qur’an, akan tetapi masalah
tersebut sangat penting untuk mewujudkan suatu rumah tangga yang harmonis dan
tentram, sesuai dengan tujuan perkawinan itu sendiri, yaitu ingin mewujudkan
suatu keluarga yang bahagia berdasarkan cinta dan kasih sayang sehingga masalah
keseimbangan dalam perkawinan ini perlu diperhatikan demi mewujudkan tujuan
perkawinan.
Dari definisi yang telah diterangkan di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa kafa’ah‘ merupakan keseimbangan atau kesepadanan
antara calon suami dan isteri dalam hal-hal tertentu, yaitu agama, nasab,
pekerjaan, merdeka dan harta.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Calon suami menurut
syariat islam.
·
Memilih calon suami yang mempunyai agama dan akhlak.
·
Memilih calon suami yang bukan dari golongan orang
fasik tukang pembuat dosa yang dapat memutuskan tali kekeluargaan
·
Berniat sungguh-sungguh akan menikah bila menemukan
wanita yang cocok setelah melihatnya sewaktu meminang
·
Mempercepat akad nikah dan tidak menggantungkannya
untuk jangka waktu yang lama sehingga ada kemungkinan menyurutkan keinginan
menikah dan membatalkan pinangan
·
Tidak mengambil pinangan orang lain
·
Sehat jasmani dan rohani
·
Tawadhu (rendah diri)
·
Menghormati orang tua wanita yang dipinang
·
Rajin bekerja dan berusaha
·
Optimis
2.
Calon istri menurut syariat islam
1. Akhalaknya
2. Kecerdasan dan
kepandaian
3. Kesucian dan kemulian
4. Kecantikan
5. Kemuliaan Keluarga
6. Terpelajar
7. Harta dan kekayaan
8. Usia yang sesuai
Pengertian
peminangan
Meminang artinya menyatakan
permintaan untuk menikah dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau
sebaliknya dengan perantaraan seseorang yang dipercayai. Adapun hikmah dari adanya syariat
peminangan adalah untuk lebih menguatkan ikatan perkawinan yang diadakan
setelah itu.
Pengertian mahar
Mahar adalah maskawin, yaitu suatu pemberian dari pihak
laki-laki kepada pihak perempuan disebabkan terjadinya pernikahan.
Pengertian
kafaah
Pengertian Kafa’ah‘dalam Perkawinan Islam Kafa’ah‘ secara
etimologi adalah sama, sesuai dan sebanding. Sehingga yang dimaksud kafa’ah‘
dalam perkawinan adalah kesamaan antara calon suami dan calon isteri.
0 komentar:
Posting Komentar