Selasa, 05 April 2016

NIKAH - PENENTUAN CALON, PEMINANGAN, MAHAR DAN KAFA’AH

BAB II
PEMBAHASAN

A.                Kriteria calon suami atau istri
1.                  Calon suami menurut syariat islam
·                     Memilih calon suami yang mempunyai agama dan akhlak, agar ia dapat melaksanakan kewajiban secara sempurna dalam membimbing keluarga, menunaikan hak istri, pendidikan anak, tanggung jawab yang benar dalam menjaga kehormatan dan menjamin material rumah tangga.
·                     Memilih calon suami yang bukan dari golongan orang fasik tukang pembuat dosa yang dapat memutuskan tali kekeluargaan
·                     Berniat sungguh-sungguh akan menikah bila menemukan wanita yang cocok setelah melihatnya sewaktu meminang
·                     Mempercepat akad nikah da tidak menggantungkannya untuk jangka waktu yang lama sehingga ada kemungkinan menyurutkan keinginan menikah dan membatalkan pinangan
·                     Tidak berkhalwat ( pergi berduaan ) dengan wanita yang dipinang
·                     Hanya berkunjung dan masuk ke rumah wanita yang akan dipinang bila di sertai mahramnya
·                     Tidak melakukan pembicaraan batil dan sia-sia saat berkunjung
·                     Tidak menyeringkan datang ke rumah wanita yang dipinang
·                     Tidak mencuri pandangan yang dapat membuka pintu-pintu syahwat
·                     Tidak mengambil pinangan orang lain
·                     Sehat jasmani dan rohani
·                     Tidak berlebih-lebihan dalam berpakaian dan berbicara
·                     Tawadhu (rendah diri)
·                     Bergaul dengan orang-orang shalih
·                     Menghormati orang tua wanita yang dipinang
·                     Rajin bekerja dan berusaha
·                     Optimis
·                     Mengucapkan salam ketika berkunjung dan pulang
·                     Tidak mengobral janji dan berandai-andai

1.                  Calon istri menurut syariat islam
1.      Akhalaknya
Sesungguhnya akhlak yang baik merupakan unsur yang penting dinilai dalam memilih istri atau suami. Kedua pasangan mengharapkan untuk hidup bersama sepanjang hayat. Maka seandainya mereka berdua mempunyai akhlak yang baik, niscaya kehidupan mereka bahagia, sentosa dan damai. Mereka akan mampu memecahkan dilema-dilema dengan saling pengertian.
Hasan bin Basyar berkata, “Aku menulis kepada Abul Hasan ar- Ridha (as), ‘ sesungguhnya aku mempunyai saudara yang telah meminang kepadaku, namun akhlaknya tidak baik,’ Beliau menjawab.’ Jangan mengawinkannya jika akhlaknya buruk.”[4]

2.      Kecerdasan dan kepandaian
Kecerdasan dan kepandaian  satu pasangan akan berpengaruh terhadap anak- anak mereka. Anak dari keluarga yang cerdas dan pintar, umumnya menjadi anak yang cerdas pula. Sebaliknya kepandaian  dan kebodohan kedua orang tua akan berpengaruh juga pada anak. Sebab seorang istri yang cerdas dan pandai akan mampu mengajari dan mendidik anak- anaknya dengan cara yang paling baik.
Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib (as) berkata:
Hati-hatilah kalian mengawini orang- orang yang bodoh, karena sesungguhnya bergaul dengan mereka adalah bencana dan anak mereka adalah sia-sia”.Rasulullah Saw berkata kepada Ali as:“Wahai Ali, tiada kefakiran yang lebih hebat dari pada kebodohan dan tiada harta yang lebih berharga dari pada kepandaian”

3.      Kesucian dan kemulian
Kehidupan rumah tangga berdiri atas dasar eksklusivitas dan kepercayaan. Setiap suami istri menginginkan pasangannya menjadi miliknya sendiri, tanpa ada orang lain antara dia dan pasangannya. Suami menginginkan agar istrinya tidak mencintai pria lain, begitu juga dengan istrinya menginginkan agar suaminya tidak mencintai wanita yang lain. Seorang pria, ketika meminang gadis, menginginkan gadis itu menjaga kesuciannya dan menjadi wanita yang mulia serta memiliki rasa malu, agar ia benar-benar percaya padanya, dan begitu pula sebaliknya agar keduanya saling tumbuh kepercayaan.
تَخَيَّرُوْا لِنُطَفِكُمْ فَاِنَّ اْلعِرْقَ دَسَّا سٌ
“pilihlah oleh kalian tempat untuk menumbuhkan nuthfahmu (keturunanmu), maka sesungguhnya darah itu mengalir.

4.      Kecantikan
Sesungguhnya kecantikan istri adalah sifat yang hakiki, ini tidak boleh di abaikan. Seorang pria menyukai istri yang cantik dan mempesona, begitu juga seorang wanita menyukai seorang suami yang tampan dan gagah. Islam tidak menentang tuntutan dan keinginan yang ini. Karena itulah Islam membolehkan seorang pria dan wanita saling melihat satu sama lain sebelum menikah.
Rasulullh Saw bersabda:

اِذَا  أَرَادَ أحَدُ كُمْ أَنْ يَتَزَوَّجَ  اْ لمَرْ أَةَ فَلْيَسْأَ ل عَنْ شَعْرِهَا كَمَ يَسْأَ لُعَنْ وَجْهِهَا فَأِنَّ الشَّعْرَ أحَدُ الْجَمَا لَيْن

Jika salah seorang dari kalian hendak mengawini seorang wanita, tanyakanlah tentang rambutya sebagaimana ia perlu bertanya tentang wajahnya, karena rambut itu salah satu kecantikan.”(HR. Ibnu Majah)
Sabda Rasulullah lainnya, “Sebaik- baik wanita adalah yang membuatmu bahagia jika dipandang, menurut jika diperintah, jika ia bersumpah ia membenarkannya, merasa adil jika kamu membagi, dan jika kamu tidak ada ia mampu menjaga kesucian dirinya dan hartamu” (HR. Imam Nasai).

5. Kemuliaan Keluarga
Kemuliaan keluarga merupakan salah satu sifat yang perlu di perhatikan dalam memilih istri, karena beberapa alasan. Pertama, anak perempuan yang tumbuh dalam keluarga yang mulia akan menjadi perempuan yang mulia, terhormat dan agung. Kedua, keluarga yang mulia terhadap pengantin pria dan wanita lebih baik dan lebih sopan dibanding keluarga yang hina dan rendah. Mereka memiliki adab, cara, dan norma norma akhlak yang kuat. Ketiga, manusia lazimnya akan berhubungan dengan keluarga istrinya. Maka, jika keluarga mulia niscaya ia akan memperoleh manfaat dari kemuliaan dan reputasi mereka. Sebaliknya, jika keluarga itu hina dan tidak terhormat, niscaya ia akan menemui penderitaan dan siksaan dari pergaulan dengan mereka.
Ibnu Majah Meriwayatkan Sebuah hadis Rasulullah Saw, “ Pilihlah yang tepat untuk tempat benihmu sebab asal keturunan itu membawa pengaruh”

6. Terpelajar
Ilmu dan pengetahuan merupakan kesempurnaan yang hakiki bagi manusia dan sifat yang baik bagi seorang istri. Sesungguhnya kehidupan dan saling pengertian  akan lebih baik bila bersama manusia yang terpelajar dan mengerti, karena ia memahami kemaslahatan- kemaslahatan keluarga, akan berusaha mendidik anak-anaknya dengan cara yang paling baik, dan mengetahui tugas- tugasnya. Disamping itu, pergaulan dengan orang yang pandai, berilmu, dan mengerti lebik nikmat dibanding pergaulan dengan orang yang tidak seperti itu.

7. Harta dan kekayaan
Adanya uang dan harta merupakan sesuatu yang baik dan bagus. Tetapi itu tidak boleh di pandang sebagai tujuan dari perkawinan. Kekayaan bukanlah kesempurnaan bagi manusia. Ia bukanlah sesuatu yang pokok bagi kehidupan suami istri, bagi kesenangan dan cinta mereka berdua, dan dalam mendapatkan  tujuan yang utama dari perkawinan.
Namun sebaiknya si pria dan wanita berada dalam satu taraf ekonomi, agar keserasian lebih mudah tercipta  di antara mereka berdua. Bila taraf ekonomi mereka berdua berbeda, hal ini bisa menimbulkan problema- problema moral dan angan –angan berlebihan yang menyusahkan hidup. Namun masalah ini tidak berlaku bagi setiap individu. Hal ini berkaitan dengan kadar keimanan, kecerdasan, kepandaian dan kemuliaan keluarga.

8. Usia yang sesuai
Dengan kesesuaian usia tidak harus berarti bahwa usia kedua pasangan itu harus sama persis. Paling baik bila si wanita lebih muda satu sampai maksimal lima tahun dari si pria. Perlunya perbedaan ini di kerenakan kondisi wanita yang lebih lekas tua dan lemah di banding pria, sebagai akibat dari kehamilan, kelahiran, dan penyusuan yang harus di tanggungnya. Jika ia lebih muda dari suaminya, ia akan mampu menarik lebih banyak perhatian suaminya dan memuaskan kecendrungan seksualnya. Namun kesesuian usia jangan di pandang sebagai syarat utama.



9. Kesuburan
Tujuan utama sebuah perkawinan adalah mempunyai keturunan, maka sudah selayaknya memilih istri yang dapat melahirkan. Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki bemaksud meminang seorang janda yang dikenal sebagai seorang yang tidak subur. Laki –laki itu menemui Nabi Saw dan berkata, “ Ya Rasulullah, aku ingin meminang seorang perempuan cantik, berasal dari keluarga mulia dan tidak beranak,” Namun Nabi Saw bersabda kepadanya
.
تَزَوَّجُوْا اْلوَدُوْدَ اْلوَلُوْدَ فَانىِّ مُكَاثِرٌبِكُمُ اْلاُمَمَ يَوْمَ اْلقِيَامةِ

Kawinilah dengan wanita yang dapat melahirkan anak yang banyak dan yang penuh cinta pada suam, karena aku akan membanggakan besarnya jumlah umatku dihadapan nabi- nabi yang lain ada hari kiamat.”(HR. Imam Nas’i)

10.Tidak Fasik
Islam melarang perkawinan dengan orang fasik dan peminum khamar. Rasullah Saw bersabda.


مَنْ زَوَّجَ كَرَيْمَتَهُ مْنْ فّا سِقٍ فَقَدْ قَطَعَ رَحِمَهُ
Artinya:
“Barang siapa mengawinkan anak perempuannya dengan orang fasik berati ia telah memutuskan hubungan silaturrahmi”

11. Keperawanan dan kegadisan
Demikian pula sekiranya keperawanan seorang perempuan menjadi salah satu dari bagian dari penilaian terhadap calon istri, sesuai dengan adat dan kebiasaan pada suatu tempat atau masa, maka  terutama bagi seorang laki-laki perjaka, memilih seorang perempuan yang masih perawan. Hal ini mengingat bahwa seorang perawan masih “polos”, belum pernah mengalami pergaulan dengan seorang suami yang lain, sehingga dapatlah diharapkan bahwa cinta kasihnya lebih murni dan hanya tercurah pada satu – satunya laki-laki yang kini menjadi suaminya
Rasulullah bersabda

عَلَيْكُمْ بِاْلأَبْكَارِ  . فَأِنَّهُنَّ أَعْذَ بُ اَفْوَا هَا. وَاَنْتَقُ اَرْحَامً. وَاَرْضَى بِاْليَسِيْر

“Hendaklah kalian kawin dengan wanita perawan. Sebab perawan itu lebih manis mulutnya, lebih banyak keturunannya dan lebih dapat menerina dengan yang sedikit.”

B.                 Pengertian peminangan
Meminang artinya menyatakan permintaan untuk menikah dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau sebaliknya dengan perantaraan seseorang yang dipercayai.
Khitbah atau yang dalam bahasa melayu disebut “peminangan” adalah bahasa arab sederhana diartikan dengan: penyampaian kehendak untuk melangsungkanikatan perkawinan. Kata khitbah diartiakan dengan suatu langak pendahuluan untuk melangsungkan perkawinan. Ulama’ fiqih mendefinisikannya dengan menyatakan keinginan pihak laki-laki kepada pihak wanita tertentu untuk mengawinkannya dan pihak wanita menyebarluaskan berita peminangan ini dan terdapat pula dalam ucapan nabi sebagaimana terdapat dalam sabda beliau dalam hadist dari jabir menurut riwayat abu ahmad dan abu daud dengan sanad yang dipercaya yang bunyinya:
“bila salah seorang diantara kamu meminang seorang perempuan, bila ia mampu melihatnya yang mendorongnya untuk menikah maka lakukanlah”.

Peminangan itu disyariatkan dalam suatu perkawinan yang waktu pelaksanaannya diadakan sebelum berlangsungnya akad nikah.

a.                   Hukum peminangan
Dalam al-quran dan hadist banyak nabi membicarakan hal peminangan. Namun tidak ditemukan secara jelas dan terarah adanya perintah atau larangan melakukan peminangan, sebagaimana perintah untuk mengadakan perkawinan dengan kalimat yang jelasdan terarah adanya perintah atau laraangan melakukan peminangan, sebagaimana perintah untuk mengadakan perkawinan dengan kalimat yang jelas baik dalam al quran atupun hadist. Oleh karena itu, dalam menetapkan hukumnya tidak terdapat pendapat ulama’ yang mewajibkan, dalam arti hukumnya mubah. Namun ibnu rusyd dalam bidayat ak mujtahid yang menukilkan pendapat Daud Al-Zhahiry yang  mengatakan hukumnya dalah wajib. Ulama’ ini mendasarkan pendapatnya kepada perbuatan dan tradisi yang dilakukan Nabi dalam peminangan itu.
·                     Syarat-syarat Peminangan
a.                   Mustahsinah
Yang dimaksud dengan syarat Mustahsinah ialah syarat yang berupa anjuran kepada pihak laki-laki yang akan meminang seorang wanita agar ia meneliti dulu wanita yang akan dipinangnya tersebut. Adapun syarat-syarat dari Mustahsinah itu sendiri sebagai berikut:
1.                  Wanita yang akan dipinang itu telah diteliti tentang keluarganya, akhlak dan agamanya.
2.                  Wanita yang dipinang adalah wanita yang mempunyai keturunn dan mempunyai sifat kasih sayang.
3.                  Wanita yang dipinang itu mempunyai hubungan darah yang jauh dengan laki-laki yang meminang.

b.                  Syarat Lazimah
Yang dimaksud syarat lazimah adalah syarat yang wajib dipenuhi sebelum peminangan dilakukan. Sahnya peminangan tergantung pada adanya syarat-syarat lazimah tersebut. Yang termasuk syarat lazimah antara lain:
1.                  Wanita yang tidak dalam pinangan orang lain atau sedang dalam pinangan akan tetapi orang yang meminangnya melepaskan hak pinangannya.
2.                  Menurut islam yang dipinang hendaklah wanita yang halal untuk dinikahi dalam artian wanita tersebut bukanlah menjadi mahram dari laki-laki yang meminangnya
a.                   Hukum melihat wanita yang akan dipinang
Sebagian ulama mengatakan bahwa melihat perempuan yang akan dipinang itu boleh saja. Mereka beralasan kepada hadis rosulullah saw. Berikut ini
“apabila salah seorang diantara kamu meminang seorang perempuan maka tidak berhalangan atasnya untuk melihat perempuan itu, asal saja melihatnya semata-mata untuk mencari perjodohan, baik diketahui oleh perempuan itu atau tidak.(Riwayat Ahmad)”
Ada pula sebagian ulama yang berpendapat bahwa melihat perempuan yang akan dipinang itu hikumnya sunah. Melihat calon istri untuk mengetahui tampilan dan kecantikannya, dipandang perlu untuk mewujudkan kehidupan rumah tanggayang bahagia dan sekaligus menghindari penyesalan setelah menikah. Mughiroah bin syu’ban telah meminang perempuan. Kemudian rasulullah bertanya “apakah engkau telah melihatnya?” mughirah menjawab “belum” . rasulullah bersabda: “Amat-amatilah perempuan itu, karena hal itu akan lebih membawa kepada kedamaian dan kedekatan kamu.
·                     Hikmah Disyariatkan Peminangan
Adapun hikmah dari adanya syariat peminangan adalah untuk lebih menguatkan ikatan perkawinan yang diadakan setelah itu. Hal ini dapat disimak dari sepotong hadist Nabi al-Mughiroh bin al-Syu’bah menurut yang dikeluarkan al-Tirmidzi dan al-Nasai yang berbunyi:
“Bahwa Nabi berkata kepada seseorang yang telah meminang seorang perempuan: “melihatlah kepadanya karena yang demikian akan lebih menguatkan ikatan perkawinan”.

C.                Pengertian mahar
Mahar adalah maskawin, yaitu suatu pemberian dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan disebabkan terjadinya pernikahan. Pemberian mahar ini hukumnya wajib bagi laki-laki, walaupun mahar ini bukan termasuk syarat atau rukun nikah mahar dalam suatu pernikahan dianggap penting, karena selain memang di wajibkan oleh agama, ia juga merupakan tanda kesungguhan dan penghargaan dari pihak laki-laki sebagai calon suami kepada calon istrinya. Allah SWT berfirman:
Berikankah maskawin (mahar) kepada wanita ( yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.
Maskawin itu menjadi milik sepenuhnya si istri. Suami tidak mempunyai hak apapun atas harta maskawin itu. Sebagaimana juga tidak berhak atas harta benda si istri. Apabila si istri merelakannya kepada suami hal itu tidak mengapa.
Cara pembayaran maskawin dapat dilakukan dengan dua cara, pertama, pembayaran dilakukan secara tunai (cash) dan kedua pembayaran dilakukan di hari kemudian (utang, kredit). Dalam kasus mahar yang dibayar kemudian hari, mahar boleh disebutkan kuantitas dan kualitasnya dalam akd perkawinan, juga kuantitas dan kualitas boleh tidak disebutkan.
Macam-macam mahar sebagai berikut:
a.                   Mahar musamma adalah mahar yang bentuk dan jumlahnya ditetapkan dalam sighal akad nikah. Mahar ini bisa dibayarkan scara tunai atau ditangguhkan dengan persetujuan kedua belah pihak.
b.                  Mahar mitsil adalah mahar yang jumlahnya ditetapkan menurut jumlah yang diterima keluarga pihak isteri, karena pada waktu akad nikah jumlah dan bentuk mahar belum ditetapkan.
Pemberian mahar terutama didasarkan kepada nilai dan manfaat yang terkandung didalamnya. Karena islam menyerahkan masalah ini kepada masing-masing sesuai dengan kemampuan dan adat yang berlaku di dalam masyarakat, dengan syarat tidak berbentuk sesuatu yang mendatangkan madharat, membahayakan atau berasal dari usaha yang haram.
Banyak hadist Nabi SAW yang menerangkan aneka ragam bentuk mahar yang dibeikan pihak laki-laki. Sebagaimana sabda Rasulallah yang artinya “ Nikahlah engkau walaupun (maharnya) berupa cincin dari besi.” ( HR.Buhkari)
Diterangkan juga dalam hadist riwayat HR Ahmad dan Abu Daud yang artinya:
Seandainya seorang laki-laki memnerikan makana sepenuh tangannya saja sebagai mahar seorang perempuan, n[maka perempuan itu halal baginya.
Adapun syarat-syarat mahar ialah:
1.                  Benda yang suci, atau pekerjaan yang bermanfaat.
2.                  Milik suami.
3.                  Ada manfaatnya.
4.                  Sanggup menyerahkan, mahar tidak sah dengan benda yang sedang       dirampas orang dan tidak sanggup menyerahkannya.
5.                  Dapat diketahui sifat dan jumlaahny

D.                PENGERTIAN KAFA’AH
Pengertian Kafa’ah‘dalam Perkawinan Islam Kafa’ah‘ secara etimologi adalah sama, sesuai dan sebanding. Sehingga yang dimaksud kafa’ah‘ dalam perkawinan adalah kesamaan antara calon suami dan calon isteri, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkat sosial dan sama dalam akhlak dan kekayaan. Berikut pendapat para ulama tentang kafa’ah:
1.                  Para ulama Imam Madzhab berbeda pendapat dalam memberi pengertian kafa’ah‘ dalam perkawinan. Perbedaan ini terkait dengan perbedaan ukuran kafa’ah‘ yang mereka gunakan. Menurut ulama Hanafiyah, kafa’ah‘ adalah persamaan laki-laki dengan perempuan dalam nasab, Islam, pekerjaan, merdeka, nilai ketakwaan dan harta.
2.                  Menurut ulama Malikiyah, kafa’ah‘ adalah persamaan laki-laki dengan perempuan dalam agama dan selamat dari cacat yang memperoleh seorang perempuan untuk melakukan khiyar terhadap suami.
3.                  Menurut ulama Syafi’iyah, kafa’ah‘ adalah persamaan suami dengan isteri dalam kesempurnaan atau kekurangannya baik dalam hal agama, nasab, merdeka, pekerjaan dan selamat dari cacat perempuan untuk melakukan khiyaterhadap suami.
4.                  Menurut ulama Hanabilah, kafa’ah‘ adalah persamaan suami dengan isteri dalam nilai ketakwaan, pekerjaan, harta, merdeka, dan nasab.
Meskipun masalah keseimbangan itu tidak diatur dalam Undang-Undang Perkawinan atau dalam Al-Qur’an, akan tetapi masalah tersebut sangat penting untuk mewujudkan suatu rumah tangga yang harmonis dan tentram, sesuai dengan tujuan perkawinan itu sendiri, yaitu ingin mewujudkan suatu keluarga yang bahagia berdasarkan cinta dan kasih sayang sehingga masalah keseimbangan dalam perkawinan ini perlu diperhatikan demi mewujudkan tujuan perkawinan.
Dari definisi yang telah diterangkan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kafa’ah‘ merupakan keseimbangan atau kesepadanan antara calon suami dan isteri dalam hal-hal tertentu, yaitu agama, nasab, pekerjaan, merdeka dan harta.

BAB  III
PENUTUP

A.                Kesimpulan
Calon suami menurut syariat islam.
·                     Memilih calon suami yang mempunyai agama dan akhlak.
·                     Memilih calon suami yang bukan dari golongan orang fasik tukang pembuat dosa yang dapat memutuskan tali kekeluargaan
·                     Berniat sungguh-sungguh akan menikah bila menemukan wanita yang cocok setelah melihatnya sewaktu meminang
·                     Mempercepat akad nikah dan tidak menggantungkannya untuk jangka waktu yang lama sehingga ada kemungkinan menyurutkan keinginan menikah dan membatalkan pinangan
·                     Tidak mengambil pinangan orang lain
·                     Sehat jasmani dan rohani
·                     Tawadhu (rendah diri)
·                     Menghormati orang tua wanita yang dipinang
·                     Rajin bekerja dan berusaha
·                     Optimis
2.                  Calon istri menurut syariat islam
1. Akhalaknya
2.  Kecerdasan dan kepandaian
3.  Kesucian dan kemulian
4.  Kecantikan
5.  Kemuliaan Keluarga
6. Terpelajar
7. Harta dan kekayaan
8. Usia yang sesuai

Pengertian peminangan
Meminang artinya menyatakan permintaan untuk menikah dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau sebaliknya dengan perantaraan seseorang yang dipercayai. Adapun hikmah dari adanya syariat peminangan adalah untuk lebih menguatkan ikatan perkawinan yang diadakan setelah itu.

Pengertian mahar
Mahar adalah maskawin, yaitu suatu pemberian dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan disebabkan terjadinya pernikahan.

Pengertian kafaah
Pengertian Kafa’ah‘dalam Perkawinan Islam Kafa’ah‘ secara etimologi adalah sama, sesuai dan sebanding. Sehingga yang dimaksud kafa’ah‘ dalam perkawinan adalah kesamaan antara calon suami dan calon isteri.


0 komentar:

Posting Komentar