PEMIKIRAN PARA
FILOSOF
FILOSOF YUNANI
PLATO
Dalam
keseimbangan logika dengan etika, menurut penulis kata-kata plato yang paling
tepat adalah yang mengatakan bahwa kesengsaraan dunia tidak akan berakhir
sebelum filosof menjadi raja atau raja menjadi filosof.
Titik temu dan
keseimbangan yang dibicarakan di atas itulah yang menjadi kajian penilis
sepanjang buku ini, oleh karena itu banyak orang yang mengatakan plato
menginginkan negarawan menjadi filsafat
dan filosof menjadi negarawan.
Itu pula
sebabnya plato membagi struktur sosial masyarakat menjadi tiga golongan besar,
yaitu:
Kelompok
filosof yang senantiasa memikirkan kebaikan termasuk mengkaji keberadaan
sebagai suatu negara yang baik. Dari kelompok ini lahir kajian etika kebaikan
mulai lahir yang berbicara tentang kebijaksanan dan moral.
Kelompok
prajurit yang senantiasa memikirkan kebenaran, sehingga tugasnya mengawasi dan
menjaga kebenaran. Dari kelompok ini lahirlah strategi perang, permainan
politik yang pada gilirannya menjadi berbagai ilmu.
Kelompok
masyarakat jelata yang menopang kehidupan ekonomirakyat seperti petani, buruh,
tukang, pedagang, ibu-ibu dan anak-anak. Dari kelompok inilah serba serbi
kehidupan yang multi dimensional, dan
karena keberagaman tersebut menjadi seni.
Aristoteles
Dalam sistem
suatu pemerintahan, Aristoteles mendukung adanya segelintir masyarakat yang
dianggap sebagai budak belian.karena dianggap sejalan dengan garis hukum alam,
dan dia walaupun bukan percaya pada kerendahan martabat wanita dibandingkan
dengan kaum laki-laki tetapi merestuinya.ini sudah barang tentu mempengaruhi
budaya yang berlaku pada waktu itu.
Pada kesempatan ini Aristoteles
berpendapat bahwa kemiskinan adalah bapaknya revolusi, dan dia juga mengatakan
bahwa barang siapa yang sudah merenungi berbagai hal dan seni memerintah
manusia, maka yang bersangkutan pasti yakin bahwa nasib suatu imperium
tergantung pada pendidikan generasi penerusnya.
Tuhan baginya muncul karena
intelektual manusia belaka,bila alam semesta bermula dari Tuhanmaka awalnya
dapat di usut dengan mengetahui tuhan itu sendiri.
PARA FILUSUF
ISLAM
AL GHOZALI
Semula Al- Ghozali
menolak para filosof memikirkan Allah dan kejadian alam ini secara akal. Oleh
karena itu beliau menulis buku berjudul Tahafud
al Falasifah {kesalahan filsafat } karena
beliau tidak menyukai pemikiran filosof barat.dan filosof islam yang
mengingkari kebesaran Allah Sang Pencipta. Jadi beliau semula menolak
eksistensialisme.
Sebagai orang
islam yang mendalami ilmu fiqih beliau mengecam filosof yang meremehkan upaya
liturgi {ibadah} keagamaan, karena bagi beliau upaya tersebut adalah kewajiban
untuk mencapai kesempurnaan, bahkan lebih jauh dari pada itu bagi beliau upaya
keagamaan tidak hanya mengerjakan secara lahiriyah, bahkan beliau berhasil
membuka tabir rahasia shalat, puasa, haji dan lain-lain.
Namun sebagai
pengkaji al- Qur`an beliau kemudian kembali menggunakan akal untuk membahas
arti hidup, hikmah al- Qur`an serta kenabian sehingga beliau dianggap berhasil membela
kemurnian agama islam. Jadi pikiran para filosof yang selama ini membingungkan
dalam mengkaji Tuhan , beliau uraikan dengan filsafat islam itu sendiri.
Menurut al-
Ghazali seluruh yang ada dimuka bumi ini tidak terlepas dari perhatian Allah
yang maha menyaksikan [as syahid] namun karena ada kehendak manusia yang
dibiarkan oleh Allah maka diperlukan manusia untuk perubahannya.
IBN RUSYH
Menurut Ibn
Rusyh hendaknya Umat Islam jangan menolak mentah-mentah filsafat Yunani
terutama pemikiran Aristoteles. Itulah sebabnya mengapa beliau dianggap sebagai
pembela utama Aristoteles.
Sebagai orang
yang berpikir rasional Ibn Rusyh menafsirkan agama dengan akal, namun bukan
berarti beliau meninggalkan agama, dalam hal ini Islam, lagipula bukankah
ratusan ayat Al- Qur`an berbicara tentang akal, filsafat, dan kewajiban
berpikir.
PEMIKIRAN
FILSAFAT
Pada bagian
yang lalu sudah dibicarakan titik temu logika, etika, dan estetika, yang
menjadi persoalan sekarang adalah kapan ketiga kutub raksasa itu harus bertemu dan kapan harus memisahkan diri
karena ketika ketiganya bertemu akan mengurangi kemandiriannya. Untuk itu kita
bicarakan penerapan filsafat itu sendiri secara garis besar dan global melalui
tataran tersebut dibawah ini. :
TATARAN ONTOLOGI
Objek telaah
tataran ontologi adalah yang ada tidak terikat pada suatu perwujudan tertentu,ontologi
membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang
dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya[
Noeng Muhadjir].
Jadi yang menjadi
landasan dalan tataran ontologi adalah apa
objek yang di telaah, bagaimana wujud
yang hakiki dari objek tersebut, bagaimana
hubungan objek tersebut dengan daya pikir dan penangkapan manusia.
TATARAN
EPISTEMOLOGI
Objek telaah
tataran estimologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang,
bagaimana kita mengetahuinya, bagaimana kita membedakan dengan yang lain, jadi
mengenai tentang situasi dan kondisi ruang serta waktu
mengenai suatu hal.
Jadi yang
mejadi landasan dalam epistemologi ini adalah proses apa yang memungkinkan
mendapat pengetahuan logika, etika, estetika, bagaimana cara memperoleh
prosedur kebenaran ilmiah, keindahan seni, dan kebaikan moral
Epistemologi
moral menelaah evaluasi epistemik tentang keputusan moral dan teori-teori
moral, walaupun hal ini membahas pula metaetik tetapi karena telah mengarah
pada makna suatu hal, maka dia menjadi kehilangan arah.
TATARAN
AKSIOLOGI
Objek telaah
aksiologi adalah penerapan pengetahuan, jadi dibahas mulai dari klasifikasinya,
tujuan pengetahuan serta pengembangannya. Dengan begitu bila tujuan
keilmuan menyelidiki inseminasi buatan
maka dalam prakteknya kita tidak sepantasnya melakukan kepada seorang gadis
suci, oleh karena itu ada kajian moral.
Jadi yang
menjadi landasan dalam tatanan aksiologi adalah untuk apa pengetahuan itu
digunakan?, bagaimana hubungan penggunaan pengetahuan ilmiah dengan moral etika?
, bagaimana penentuan objek yang diteliti secara moral ?, bagaimana kaitan
prosedur ilmiah dan metode ilmiah dengan kaidah moral?.
Begitu pula
kaidah pengembangan seni dengan kaidah moral, sehingga ketika seni tari dangdut Inul Daratista memperlihatkan goyang
“persetubuhannya”di atas panggung yang ditonton khalayak ramai, sejumlah ulama`
dan seniman lain menjadi berang.
GLOBALISASI
Karena di
negri-negri barat para logika diwakili oleh ilmuwan sedangkan etika diwakili
oleh para tokoh gereja, maka terjadilah pertentangan antara keduanya ketika
temuan ilmiah bertentangan dengan ajaran kristiani yang bersumber dari alkitab.
Risikonya ilmuan seperti Galileo Gallilai, Bruno dan Copernicus, akhirnya didera oleh gereja. Inilah cikal
bakal interaksi ilmu dengan moral, lebih kurang dua ratus lima pulh tahun ilmu
mulai menyatakan dirinya bebas nilai,bahkan ilmu abstrak berubah menjadi
teknologi yang emecahkan masalah praktis
kendatipun akan memunculkan masalah lain, yaitu masalah moral.
Sekitar abad ke-18 berbagai idiologi
mencoba mempengaruhi filsafat ilmu, karena mulai digunakan sebagai revolusi ,
mulai dari revolusi sosial, revolusi ilmu pengetahuan, revolusi buruh, revolusi
kemerdekaan, dan hal inilah yang memunculkan ilmu-ilmu sosial dan ilmu terapan.
Berbeda halnya dengan di negri-negri
islam, para ilmuannya bahkan dalam
proses penemuan-penemuan ilmiah berangkat dari membaca Al-Qur`an.
Hanya sayang
kemudian umat Islam tidak lagi berpedoman pada Al-Qur`an
dan Al -Hadits
sehingga kemudian mereka tenggelam dalam era penjajahan, ketertinggalan,
kemiskinan, dan kebodohan. Jadi umat Islam akan dapat lebih maju lagi apabila
kembali berpedoman kepada Al-Qur`an
dan Al-Hadits
serta tidak bersikap sekular.
KEBAIKAN
NILAI MORAL
Apabila kita
menempatkan kasih diatas segala-galanya, yang menjadi persoalan adalah apakah
kita dapat mengasihi pemerkosaan, perampok, dan pembunuh sadis ? dalam agama
islam memang harus mengasihi sesama manusia, terutama anak yatim piyatu, fakir
miskin, orang tua jompo, orang dalam perjalanan, dan orang yang sedang menuntut
ilmu, bahkan harus memperlakukan hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti yang ditunjukkan
Allah dan Rasul, jadi kasih itu di tujukan kepada kebaikan itu sendiri bukan
melindungi dekadensi moral.
Banyak sekali ditemui ilmuwan yang
mengatakan disiplin ilmu itu adalah bebas nilai, bahkan ditemui ilmuan meneliti
dan menulis tentang rekayasa politik dalam pemerintahan dengan menghalalkan
segala cara, dan yang bersangkutan menyetujuinya,secara logika hal ini memang
benar tetapi secara moral ini tidak baik.
Selain daripada itu ditemui moralis
yang mencegah terjadinya perang, meniadakan hukuman mati, memperjuangkan hak
azasi manusia termasuk pelaku dekadensi moral sekalipun, dengan begitu secara
moral hal ini memang baik tapi secara logika tidak benar.
Fakta empiris nanti yang akan
diangkat adalah ilmuan yang lemah dalam hal moral, tapi sebaliknya ada pula
moralis yang relatif lemah dalam keilmuan, atau kasarnya orang yang pintar yang
tidak berbudi, dan orang berbudi yang bodah.
Bebeas nilainya sesungguhnya adalah
tuntutan yang ditunjukan pada ilmu pengetahuan agar keberadaanya dikembangkan
dengan tidak memperhatikan nilai-nilai lain di luar ilmu pengetahuan, tuntutan
dasar agar ilmu pengetahuan dikembangkan hanya demi ilmu pengetahuan itu
sendiri, oleh karna itu ilmu pengetaahuan tidak boleh dikembangkan dengan
didasarkan pada pertimbangan lain di luar ilmu pengetahuan inilah yang menjadi
patokan sekularisme yang bebas nilai. Jadi ilmu pengetahuan harus dikembangkan
hanya semata-mata berdasarkan pertimbangan ilmiah murni.
Maksud dari tuntutan ini adalah agar
pengetahuan tidak tunduk pada pertimbangan lain di luar ilmu pengetahuan,
sehingga malah mengalami distorsi, asumsinya yaitu selama ilmu pengetahuan dalm
seluruh prosesnya tunduk pada pertimbangan lain di luar ilmu pengetahuan baik
itu pertimbangan politik, agama maupun moral, maka ilmu pengetahuan itu tidak
lagi dapat berkembang secara otonom. Apabila demikian berarti ilmu pengetahuan
tunduk kepada otoritas lain di luar ilmu pengetahuan, dengan kata lain ilmu
pengetahuan kalah terhadap pertimbangan pertimbangan lain, dan dengan demikian
ilmu pengetahuan menjadi tidak murni sama sekali (Sonny Keraf, 2001 : 150).
KEBRADAAN
BUDI PEKERTI
Budi pekerti,
moral atau ahklak sebagaimana adalah berusaha mencari kebaikan sesuai dengan
nilai-nilai leluhur agama, adat istiadat, atau bahkan lahir dari kata hati yang
suci dengan nurani yang jujur. Hal ini akan menimbulkan etika yang menjadikan
kita seorang moralitas (budiman) karena dapat membedakan mana
perbutan yang baik dan mana perbutan yang buruk.
Etika mempunyai
arti yang sama dengan kata “Kesusilaan”, kata dasarnya adalah susila, kemudian
diberi awalan “ke-“ dan diakhri dengan kata”-an”.Susila berasal dari Bahasa
Sansekerta, ‘Su” berarti baik dan “ Sila” berarti norma-norma kehidupan yang baik.
Asal kata “etika”
itu sendiri sebenarnya berasal dari kata yunani,
yaitu ethos yang berarti watak atau adat. Kata ini identik dengan asal kata “moral”
dari bahasa latin Mos (bentuk jamaknya
adalah Morse) yang juga berarti adat atau cara
hidup. Jadi ke-2nya kata tersebut (etika dan moral) menunjukan cara
berbuat yang menjadi adat kerena
persetujuan atau praktek sekelompok manusia (Muhammad Said, 1960: 23)
Dengan demikian
etika dapat diartikan sebagai seatu sikap kesediaan jiwa seseorang untuk
senantiasa taat dan patuh kepada seperangkat peraturan-peraturan kesusilaan.
Kebanyakan orang merasa bahwa norma-norma dan hukum mempunyai peranan yang
besar dalam bidang etika (Malcom Brownlee, 1991: 1)
FILSAFAT
KEBAIKAN
Selama ini
moralitas menganggap bahwa yang namanya kebaikan adalah menasihi
orang lain, merindukan orang lain , mencintai orang lain, menyayangi orang lain
menolong dan
berbagai orang lain dan dan berbagai kata kebijakan dan kasih sayang lainnya.
Tetapi alangkah brutalnya perasaan kita apabila yang kita rindukan , sayangi,
cintai dan tolong itu adalah seorang pemerkosa dan pembunuh yang memperlakukan dengan
sadis korbanya, misal dengan memotong kuping, kemaluan, mencungkil mata,
jantung tidak peduli apakah yang akan diperkosanya itu adalah anak ataupun
orang tuanya.
Oleh
karena itu diperlukan marah, dendam,
benci, dongkol bahkan perang bila perlu berbagi tindakan dekadensi moral,agar
dengan demikian karena seseorang sipelaku kejahatan tersebut di cintai Allah
Sang Pengatur Kehidupan. Maka sebagai tindak antisipasi diperlukan hukum kasih,
nahi mungkar, karma pala, untuk itu diperlukan ketentuan siapa yang akan
menjadi penegak hukum tersebut di atas. Dalam islam disebut dengan yang ulama’
dan ulama’ yang diperintah dicontohkan oleh kebaikan nabi Muhammad SAW dan para
sahabat beliau yang kemudian menjadi pemimpin Pemerintahn Islam Medinah selama
tiga pulah tahun setelah sepeninggalan beliau ( disebut Khalifah Al-Rasyidah),
ataupun kalangan kepemimpinan turunan beliau (disebut Al -Imam Al -Adil) sampai
kemudian di tentukan dan ditunggu kehadiran Imam ke 12.
Alangkah
naifnya dalam membicarakan kebaikan moral apabiala seorang model mengatakan
bahwa sudah terjadi pembunuhan kreativitas ketika yang bersangkutan menyuguhkan
fotonya yang seronok dimedia massa dan dikecam beberapa kalangan. Alangkah
naifnya pula ketika seorang pejabat menyatakan pembunuhan kreativitas ketika
yang bersangkutan membela diri atas strategi penjualan aset negara
kepada negara lain atau strategi tender yang memenangkan kroni tertentu.
YANG
MAHA SUCI
Puncak kebaikan
itu sendiri adalah Allah Yang Maha Suci ( Al-Quddush),untuk itu untuk pedzikir akan mengucapkan “Subhanallah”
sebanyak tiga puluh kali setelah shalat pagi (subuh) dan sore (maghrib) sebagaimana
yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.
Secara umum
segala perbuatan menolong orang lain dianggap selamanya baik tetapi yang
ditolong itu adalah penjahat sudah barang tentu tidak benar walaupun baik, jadi
kita tidak dibenarkan menolong para pecundang . Agama Kristen, baik katholik
maupun protestan dengan segala sektenya, begitu pula agama Budha mengajarkan
agar senantiasa menempatkan kasih di atas
segala-galanya, mereka mengharamkan perang universal.
Berbeda dengan
agama yahudi dan hindu, orang yahudi bahkan memiliki Sekte Tangan Tuhan untuk
melakukan pembantaian pada lawan politiknya, sedangkan Kitab Suci Bhagawat
Ghita dalam agama hindu diturunkan menjelang perang raksasa Bharata Yhuda,
artinya akan lahir nasehat tentang ketegaran hukuman.
Jadi apabiala
ada orang yang berkata bahwa semua agama itu baik, maka hal ini hanya berlaku bagi agama Kristen dan Bhuda begitu
juga dengan keberadaan ajaran Tao. Tetapi pada sisi lain kalau ada orang yang
mengatakan bahwa semua agama itu benar maka hanya dapat berlaku agama Yahudi
dan Hindu begitu pula untuk keberadaan ajaran Tao Kong Fut Tse. Itulah sebabnya
orang-orang Yahudi senantiasa memenangkan perlombaan Hadiah Nobel untuk kajian
kebenaran ilmu pengetahuan. Tetapi realitasnya sangat ironik, dari tahun ke
tahun hanya membantai orang lain (Palestina) kerena patokanya benar bukan
kebaikan.
BAB 5. KEBENARAN
Ø ILMU PENGETAHUAN
Orang yang sudah tahu sudah tentu berbeda dengan orang yang tidak
tahu. Ada beberapa jenis untuk membedakan orang yang tahu dengan yang tidak
tahu.
Pertama berdasarkan tingkat pengetahuan orang tersebut :
1.
Orang yang tahu ditahunya.
2.
Orang yang tahu di tidak tahunya.
3.
Orang yang tidak tahu ditahunya.
4. Orang yang tidak tahu di tidak tahu nya.
Kedua berdasarkan luasnya wilayah jangkauan sesuatu yang
perlu diketahui, menurut Joseph Luth dan Harrington ingham dalam Joharry Window dibagi atas :
1.
Saya tahu orang lain juga tahu.
2.
Saya tahu tetapi orang lain tidak tahu.
3.
Saya tidak tahu tetapi orang lain tahu.
4. Saya tidak tahu orang lain juga tidak tahu.
Pada
prinsipnya tahu itu adalah terdiri dari sebagai berikut :
1. Tahu mengerjakan (know to do).
2. Tahu bagaimana (know how).
3. Tahu mengapa (know why).
Itulah
sebabnya lahir berbagai kajian pokok dalam pengetahuan antara lain:
1. Ontologi
Adalah teori
tentang ada dan realistis. Meninjau
persoalan ontologism adalah mengadakan penyelidikan
terhadap sifat dan realistis dengan refleksi rasional serta analisis dan
sintesis logika. Jadi yang pertama dalampengetahuan dikenal dulu mengenai “ada”
dan “apa” tentang suatu hal.
2. Epistemology
Adalah bagaimana
sesuatu datang dan bagaimana kita
mengetahuinya, serta bagaimana kita
membedakannya dengan yang lain. Bagaimana adalah pertanyaan yang berkaitan
dengan keadaan, jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi dimensi ruang dan
waktu sesuatu tersebut.
3. Aksiologi
Adalah penerapan pengetahuan, jadi dibahas mulai dari
klasifikasinya, kemudian dengan melihat tujuan pengetahuan itu sendiri,
akhirnya dilihat perkembangannya.
Di dalam
pengetahuan inilah dikenal berbagai ilmu, berbagai moral, berbagai seni yang
secara keseluruhan disebut dengan logika, etika dan estetika. Apabila antara
ketiganya dipisahkan, penulis menyebutnya dengan sekularisme.
Apa,
bagaimana dan untuk apa kegunaan ilmu
itu sendiri, perlu dipertanyakan dalam keberadaan filsafat ilmu, apakah ilmu
terpisah dengan moral dan terpisah pula dengan seni adalah pertanyaan
berikutnya.
Ilmu adalah
suatu objek ilmiah yang memiliki sekelompok prinsip, dalil, rumus, yang melalui
percobaan sistematis dan dilakukan berulangkali, telah teruji kebenarannya;
prisip-prinsip, dalil-dalil, rumus-rumus mana dapat diajarkan dan dipelajari
(Sondang P. Siagian).
Ilmu adalah
pengetahuan yang tersusun sestematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran,
pengetahuan mana selalu dapat diperiksa dan ditelaah dengan kritis oleh setiap
orang lain yang mengetahuinya (Soerjono Soekanto). Itulah sebabnya
syarat-syarat ilmu harus memiliki objek, terminology, metodologi, filosofis dan
teori yang khas (Prajudi Atmosudirdjo) atau memiliki objek, metode, sistematika
yang khas dan harus universal (Hadari Nawawi).
Pengetahuan
(knowledge) yang dapat dikenali (identify), dapat diterangkan (explain), dapat dilukiskan (describe), dapat diperkirakan (predict), dapat dianalisis (diagnosis), dan dapat diawasi (control) akan menjadi suatu ilmu (science), (Taliziduhu Ndraha).
Dari
pendapat tersebut di atas maka setiap ilmu sudah pasti pengetahuan, tetapi
setiap pengetahuan belum tentu sebagai ilmu, Saat ini tampaknya sebagian besar
pakar membagi ilmu atas ilmu-ilmu eksakta dan ilmu-ilmu social yang pada satu
titik tertentu sangat sulit dibedakan, namun pada titik yang lain sangat
berbeda satu sama lain.
Ilmu-ilmu eksakta mempunyai objek fakta-fakta dan
benda-benda alam serta hukum-hukumnya pasti dan tidak dapat dipengaruhi oleh
manusia. Sedangkan ilmu-ilmu social hukum-hukum
nya relatif tidak sama dalam berbagai ruang dan waktu, dibandingkan ilmu-ilmu
eksakta (ilmu pasti) dalam arti selalu ada perubahan yang terhantung pada
situasi dan kondisi lingkungan, bahkan bisa dipengaruhi dan diatur (rekayasa)
oleh manusia.
Ilmu
pengetahuan lahir karena masyarakat menghendakinya. Sebagai contoh dapat
dilihat bagaimana akuntansi ingin memisahkan diri dari ilmu ekonomi, koperasi
juga mencoba menjadi ilmu yang berdiri sendiri hanya saja tidak universal,
administrasi pemerintah ingin memisahkan diri dari administrasi Negara.
Sedangkan administrasi Negara saja, masih memiliki berbagai paradigma apakah
berinduk kepada ilmu administrasi atau pada ilmu politik. Disamping itu
pemerintah terbentuk dengan sejumlah paradigma yang sebagian bertumpang tindih
dengan ilmu adinistrasi Negara atau dikenal juga sebagai ilmu administrasi
politik.
Jadi
ilmu-ilmu social meliputi berbagai ilmu
administrasi (pembangunan, Negara, fiscal, niaga, kepegawaian dan
prkantoran), berbagai ilmu ekonomi (ekonomi
pertanian, mikro, makro, social, akuntansi dan keuangan), berbagai ilmu hukum (perdata, pidana, adat,
islam, waris), serta disiplin ilmu social
lainnya seperti ilmu politik, ilmu pemerintah, ilmu jiwa (psikologi),
sosiologi, jurnalistik, perhotelan, kepariwisataan, sejarah, antropologi,
arkeologi, komunikasi, manajemen, akuntansi, perpustakaan, hubungan
internasional dan ilmu Negara.
Ilmu-ilmu
eksata meliputi berbagai ilmu teknik
(seperti pemesinan kapal, nuklir, metalurgi, petrokimia, informatika, planologi,
industry, metereologi, computer, geofisika, geologi, geodesi, pertanian,
perminyakan, mesin, elektro, pertambangan kimia, sipil, dan arsitektur),
berbagai ilmu kedokteran (seperti
kedokteran gigi, anak, penyakit dalam, penyakit khusus, bedah, kebidasnan,
bedah mullut, kesehatan masyarakat, keperawatan, kelamin dan peyakit mata),
berbagai ilmu alam (seperti geofisika,
bumi, ruang angkasa dan pesawat), berbagai ilmu
matematika (seperti ilmu ukur ruang, ilmu ukur sudut dan aljabar, berbagai ilmu hewan (seperti kedokteran hewan,
biologi, lingkungan dan peternakan.), berbagai ilmu tumbuh-tumbuhan (seperti pertanian dan kehutanan), berbagai ilmu kimia, ilmu tanah, ilmu computer,
farmasi, agronomi, geografi dan
statistic.
Dismping itu
dalam pengkajian ilmu-ilmu keislaman juga ditemuan berbagai ilmu nahwu , tafsir, ilmutajwid, ilmu
qiro`ah dan balaghoh,ilmu fiqih dan usul
fiqih, ilmu hadts, ilmu tasawuf, ilmu qalam,ilmu arudh atau syair-syair Al
Qur`an,dan berbagai ilmu syarf.
Semula ilmu filsafat dianggap sebagai induknya ilmu, hal
ini sama dengan keinginan filosof islam yang
menjadikan Al-Qur`an sebagai disiplin ilmu karena memang ilmu – ilmu
esakta dan sosial dibicarakan dalam
Al-Qur`an yang selain bernama Al-Furqon (pembeda), juga bernama Al hikmah
(filsafat).
Dalam
pennerapannya ilmu dapat dibedakan menjadi:
1. Ilmu murni (pure science)
2. Ilmu praktis (applied sciece)
3. Ilmu campuran
Sedang dalam fungsi kerjanya ilmu juga dapat d ibedakan :
1. Ilmu teoritis rasional
2. Ilmu empiris praktis
3. Ilmu teoritis empiris
Ø KEBERADAAN AKAL
Akal dipergunakan dengan mengoperasionalkan
otak, berusaha mencari kebenaran sesuai dengan kemampuan ilmu pengetahuan kita
masing-masing. Hal ini akan menimbulkan logika yang menjadikan kita seorang
intelektual, karena dapat membedakan antara yang benar dan yang salah secara
tepat.
Logika
berasal dari bahasa yunani “logos” yang berarti pengetahuan. Ilmu ataupun masuk
akal yaitu yang berhubungan dengan caa berpikir,dengan demikian logika
merupakan suatu tehnik yang mementingkan segi formal ilmu pengetahuan, karena
dalam logika kita harus menghormati berbagai cara,aturan, teori, dan metode
agar suatu pernyataan menjadi syah.
Apabila ilmu itu bebas nilai disebut sbg
sekuler, maka akan terjadi ketiranian karena nilai adalah gagasan berharga
yang indah dan baik. Seorang ilmuan bisa saja berkata benar tapi tidak baik dan
tidak indah. Missal , : ketika yang
bersangkutan mengucapkan untuk tidak terkena penyakit kelamin maka pakailah
kondom untuk bersetubuh dengan seorang pelacur. Perkataan ini benar
secara logika tetapi tidak baik secara moral dan tidak indah dalam seni
bergaul. Kata-kata ini lebih tidak bermoral bila diucapkan oleh seorang mentri
kesehatan ataupun pakar seksologi popular, sebab antara logika, etika, dan
estetika harus berdialektika sebagaimana yang penulis uraikan berikut nanti
secara filosofis.
Ø FILSAFAT KEBENARAN
Þ
FILSAFAT KEBENARAN
Plato pernah mempertanyakan apakah
kebenaran itu sebenarnya? Dalam waktu belakangan Bardley seakan menjawab bahwa
kebenaran itu adalah kenyataan. Jadi untuk membuktikan bahwa hari benar-benar
hujan, kita harus membedakan dengan melihat kenyataan yang terjadi di luar
rumah.
Tetapi kenyataan yang terjadi
sekarang tidak seluruhnya berupa kebenaran, bahkan yang tidak seharusnya
terjadi akhirnya terjadi juga karena das
solen tidak sama dengan das sein. Di
muka bumi ini berapa banyak kita melihat ketidak benaran,
seperti berbagai penindasan, penjajahan dan rekyasa.
Seorang murid Plato bernama
Aristoteles, menjawab pertanyan sehunya ini dengan berpendapat bahwa kebenaran
itu subjektif sifatnya, artinya kebenaran bagi seseorang adalah tidak benar
bagi yang lain, sehingga kemudian lahirlah kebenaran relative dan kebenaran
mutlak.
Sekarang agar penelitian cenderung
lebih objektif, maka seorang peneliti yang bertanya kepada seorang responden
yang berpendapat subjektif, perlu ditanyakan kepada beberapa responden lain
yang memenuhi syarat agar valid
(dalam islam disebut shahih) itupun
harus diuji kebenarannya, bahkan terkadang dalam kurun waktu tertentu kebenaran
itu berubah sesuai corak berfikir manusia (paradigma).
Banyak pakar ilmu filsafat yg menganggap
benar bhw pengetahuan itu terdiri atas sebagai beikut :
1.
Pengetahuan Akal
2.
Pengetahuan Budi
3.
Pengetahuan Indrawi
4.
Pengetahuan Kepercayaan (otoritatif)
5.
Pengetahuan Intuitif.
Selanjutnya utk melihat sesuatu itu benar atau tidak benar,ada
beberapa criteria sbb.
Kebenaran Korespondensi adlh kebenaran yg sesuai
antara pernyataan dg fakta di lapangan. Misalnya bila dinyatakan Sengkon dan
Karta(nama org) bersalah, lalu dihukum 5 tahun maka Sengkon dan Karta harus
benar2 melakukan kejahatan itu,bukan sekadar membuktikan dg berbagai berita
acara. Apabila Sengkon dan Karta tdk melakukan mak secara kebenaran
korespondensi itu tdk benar.
Kebenaran Koherensi adlh kebenaran atas hubungan antara dua pernyataan. Misalya ketika
dinyatakan bhw monyet mempunyai hidung pd pernyataan pertama, dan pada
pernyataan kedua dinyatakan manusia juga mempunyai hidung. Apabila diberikan
kesimpulan, bhw monyet sama dg manusia, maka menurut kebenaran koherensi itu tdk benar krn hidung
bukan sebagai syarat sesuatu yg dinyatakan sbgi monyet,apalagi manusia krn
manusia dan monyet ada yg tdkmempunyai hidung (cacat), jadi hanya untuk pernyataan bhw manusia dan monyet
sebagian besar mempunyai hidung.
Kebenaran Pragmatis adlh kebenaran hanya dlm salah satu konsekuensi saja.Kelemahan
kebenaran ini adlh apabila
kemungkinannya luas, oleh karena itu harus dipilih kemungkinannya hanya dua dan
saling bertolak belakang. Misalnya , semua yang teratur ada yang mengatur, dlm
hal ini kita tdk membicarakan yg tdk teratur. Dengan adanya yg mengatur
peredaran darah dalam tubuh maka tubuh
manusia terjadi sendiri tanpa ada yg mengatur hal itu adalah salah, tetapi
seharusnya ada yg mengatur yaitu Tuhan, krn hanya ada dua
kemungkinan yaitu ada yg mengatur dan tdk ada yg mengatur, apabila diterima
salah satu maka yg dicoret karena bertolak belakang.
0 komentar:
Posting Komentar